Bengkulu (Greeners) – Pencemaran Sungai Bengkulu yang merupakan sumber air minum bagi 7.000 rumah tangga warga Kota Bengkulu masih berlanjut sebab pemerintah belum memberikan sanksi tegas kepada perusahaan penyebab pencemaran sungai itu.
Adalah Yayasan Ulayat yang fokus pada penyelamatan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengkulu menemukan aktivitas tambang batu bara di hulu sungai serta pembuangan limbah pabrik karet dan sawit menjadi sumber pencemaran sungai.
Bahkan, kesimpulan penelitian yang dilakukan Ulayat terhadap sampel air yang diambil dari lima titik menunjukkan kandungan cromium dan besi sudah melebihi standar baku mutu yang ditetapkan Menteri Kesehatan.
“Tapi sampai saat ini 7.000 pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Darma Kota Bengkulu masih menggunakan air ini untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Direktur Ulayat Oka Adriansyah di Bengkulu, Kamis.
Penelitian yang dilakukan pada 2010 mengambil sampel di lima titik yakni Sungai Rindu Hati, Sungai Kemumu, Sungai Penawai, Sungai Bukit Sunur, Intake PDAM dan air olahan PDAM.
Hasil pengukuran parameter fisika pada semua sampel (warna dan kekeruhan), menunjukkan bahwa air Sungai Bengkulu sudah melebih ambang batas baku mutu normal yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air dan diperbaharui dengan Keputusan Menkes no.907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
Tingkat kekeruhan air Sungai Bengkulu sudah berada di ambang batas yakni sebesar 421 NTU dari 5 NTU yang ditolerir.
Perubahan warna yang ditolerir sebesar 15 PTCO sudah berada pada angka 267 PTCO. Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg/liter dari angka yang ditolerir sebesar 0,30 mg/liter.
Kandungan mineral besi ini dapat menimbulkan warna kuning pada air, memberi rasa tidak enak pada minuman, pertumbuhan bakteri besi dan kekeruhan.
Sedangkan untuk parameter kromium (Cr) ditemukan pada sampel intake PDAM 30,9 mg/liter sedangkan standar baku mutu dari kesehatan adalah 1 mg/l.
Keracunan kromium dapat mengganggu fungsi hati, ginjal, pernapasan, dan dapat menyebabkan kerusakan kulit.
“Dari pengamatan langsung air berwarna hitam kecoklatan dan sangat keruh,” tambahnya.
Hal itu menurutnya terjadi karena di atas hulu ada aktifitas pertambangan batu bara dan pembukaan hutan.
Sampai hari ini kata Oka, belum ada perusahaan tambang batu bara dan pabrik pengolah limbah karet dan sawit yang ditetapkan sebagai pihak yang bertanggungjawab atas pencemaran sungai itu.
Padahal, limbah batu bara misalnya sudah jelas mencemari sungai itu yang dibuktikan dengan ratusan warga selama tiga tahun terakhir mengumpulkan limbah batu bara untuk dijual seharga Rp15.000 per karung.
“Sampai hari ini, kita sangat mudah menjumpai warga petani dan nelayan yang sudah beralih menjadi penjaring dan pengumpul batu bara, bahkan sampai ke muara sungai dan laut lepas,” katanya menerangkan.
Direktur PDAM Tirta Darma Kota Bengkulu Ihsan Ramli membenarkan masih ada 7.000 pelanggan PDAM yang sumber airnya berasal dari Sungai Bengkulu.
“Memang intake Surabaya masih melayani 7.000 pelanggan di 10 kelurahan yang mencakup dua kecamatan,” katanya.
Warga di 10 kelurahan yang menerima air Sungai Bengkulu yaitu Kelurahan Surabaya, Tanjung Jaya, Sukamerindu, Kampung Bali, Kampung Kelawi, Pasar Bengkulu, Rawa Makmur, Beringin Jaya, Kandang Limun dan Bentiring.
Namun, ia mengklaim air PDAM yang bahan bakunya dari Sungai Bengkulu sudah layak minum setelah melalui proses pengolahan dengan bahan kimia penjernih air hingga 30 ton per bulan.
Ihsan menambahkan PDAM belum mampu mengalihkan seluruh sumber bahan baku air dari Sungai Air Nelas di Kabupaten Seluma karena minimnya modal perusahaan daerah itu.
“Tapi kami targetkan pada 2015 jumlah pelanggan akan bertambah dari 27 ribu menjadi 50 ribu pelanggan dari sumber air Sungai Nelas,” katanya.
Sedangkan Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bengkulu Karyamin mengatakan masih mengevaluasi Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) seluruh perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di hulu Sungai Bengkulu.
“Ada dua perusahaan yang operasinya dihentikan sementara di blok tertentu, karena pengelolaan daerah aliran sungai masih bermasalah,” katanya. (G20)