Jakarta (Greeners) – Ibu kota negara baru yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur tidak luput dari potensi kebakaran hutan dan lahan. Banyaknya kawasan lahan gambut dan mineral dinilai menjadi wilayah terjadinya kebakaran. Menurut satelit Terra-Aqua titik api di sekitar calon ibu kota mencapai 107 titik di 2018 dan pada 2019 jumlahnya masih ditemukan sebanyak 79 titik.
Guru Besar IPB University Prof. Bambang Hero Saharjo mengatakan sumber kebakaran di Kutai Kartanegara maupun di Kalimantan Timur berada di lahan gambut. “Artinya peluang kebakaran itu ada. Jadi, kalau tidak ditangani akan menjadi masalah,” ucap Bambang, di Jakarta Pusat, Selasa (11/02/2020).
Baca juga: Pemerintah Susun Program Pencegahan Karhutla 2020
Ia menyebut lahan-lahan yang berpotensi terbakar merupakan wilayah yang tidak sesuai peruntukannya, seperti kawasan hutan menjadi sawit dan kawasan hutan lindung atau konservasi menjadi tambang. “Salah satu potensi sumber karhutla di Kutai Kartanegara karena ada gambut dan banyak perusahaan besar yang membakar. Sebagian memang sudah dibebani izin, tetapi yang tidak berizin juga banyak,” ujarnya.
Menurut Bambang untuk mencegah terjadinya karhutla di Kalimantan Timur perlu dilakukan sejumlah mitigasi, antara lain melakukan kepatuhan audit (audit compliance) terhadap seluruh korporasi terkait pengendalian karhutla, sistem peringatan dan deteksi dini (early warning and early detection systems) yang bekerja optimal.
Sedangkan untuk lahan gambut, areal yang perlu direstorasi harus segera dilakukan dan dimonitoring dengan benar. Bambang juga menyarankan agar pemerintah menyediakan satu pasukan khusus pengendalian karhutla yang bertanggung jawab terhadap wilayah di sekitar ibu kota negara. Sistem monitoring pengendalian karhutla yang intensif, kata Bambang, dibentuk di bawah komando Kantor Staf Presiden atau Kementerian Sekretariat Negara. Ia juga menyarankan agar peran masyarakat adat dilibatkan dalam pencegahan.
“Jangan pernah meng-underestimate kejadian kebakaran di ibu kota negara baru karena itu justru menjadi kesan yang tidak baik kepada publik dan seluruh dunia. Tindak pencegahan tidak hanya jargon, tapi betul-betul diimplementasikan,” kata Bambang.
Baca juga: Sebanyak 1.253 Perusahaan Harus Bertanggung Jawab atas Karhutla 2019
Sementara Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Wijayanti mengatakan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis untuk Ibu Kota Negara (IKN) tidak memasukkan secara spesifik isu kebakaran hutan dan lahan karena target lokasi tidak mendeteksi adanya potensi tersebut.
“Di lokasi, periode karhutla sudah turun, tapi tinggi akan risiko asap jika terjadi kebakaran di sekitar IKN. Apalagi ditambah dengan cuaca ekstrem yang menambah dan memperlama waktu kebakaran. Asap yang ditimbulkan bisa saja menyelimuti ibu kota baru sehingga dampaknya makin lama makin besar. Jadi, penekanan kami restorasi hutan menjadi penting, tindakan pencegahan diutamakan (agar) risikonya menjadi kurang,” ujar Laksmi.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani