Jakarta (Greeners) – Jakarta di bawah pemerintahan Basuki Tjahaja Purnama cukup banyak menunjukkan perubahan. Mulai dari infrastruktur, penanganan masalah kebersihan hinga penanggulangan banjir. Muhammad Ihsan Aldrian (37), seorang pekerja di salah satu bank swasta di Jakarta mengatakan bahwa perlahan Ahok, sapaan akrab Gubernur DKI Jakarta, mulai memperlihatkan pembenahannya.
“Kita lihat banyak bangunan di wilayah kumuh yang mulai dikembalikan fungsinya. Ahok juga mulai membangun Taman Terpadu Ramah Anak. Terus juga ada petugas-petugas kebersihan yang hampir setiap hari tuh kerjaannya bersihin gorong-gorong jalan,” katanya ketika dijumpai oleh Greeners di bilangan Sudirman, Jakarta, Rabu (06/04).
Namun, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga berpendapat lain. Menurutnya, saat ini pembangunan di Jakarta masih merujuk pada pembangunan untuk masyarakat kelas menengah dan condong membela para pengembang. Penataan lingkungan seperti Kampung Pulo, Kalijodo dan Kampung Luar Batang adalah contoh tegas Ahok dalam menertibkan pemukiman masyarakat kelas bawah.
“Sayangnya untuk penataan pemukiman masyarakat kelas atas yang jelas-jelas telah melanggar tata ruang Jakarta masih belum tersentuh (hukum). Ini karena banyak biaya pembangunan infrastruktur yang menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan sehingga Gubernur DKI jadi tidak bisa tegas pada mereka,” katanya kepada Greeners.
Selain itu, pendekataan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi banjir juga dinilainya masih belum maksimal. Ia mencontohkan proyek revitalisasi waduk Pluit dan Ria Rio yang terhenti hingga saat ini. Rehabilitasi saluran air pun masih jauh dari bagus.
“Normalisasi/betonisasi sungai yang justru akan menghancurkan ekosistem sungai masih terus berjalan. Harusnya yang dilakukan itu naturalisasi,” tambahnya.
Menurut Nirwono, 80 persen penggunaan lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik sudah beralih fungsi menjadi pemukiman warga. Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahan itu bergeser peruntukkannya. Pertama, lahan RTH tidak terpelihara dengan baik sehingga muncul satu atau dua bangunan, kemudian puluhan tahun berkembang biak.
Ada pula yang disebabkan permainan oknum pemerintah dengan perusahaan properti. Biasanya perubahan RTH terjadi dalam skala besar. ia memberi contoh kasus hutan bakau yang berubah menjadi pemukiman mewah di Jakarta Utara, kemudian hutan kota yang juga berubah jadi mall.
“Permainan oknum aparat pemerintahan memang sangat disesalkan. Bangunan milik swasta tidak mungkin bisa berdiri tanpa surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pemerintah. Karena itu ada permainan oknum. Kenapa bisa terjadi perubahan fungsi? Karena (swasta) mengajukan IMB,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih