Jakarta (Greeners) – Bulan September adalah puncak dari musim kemarau yang umumnya menimbulkan kebakaran hutan dan lahan yang meluas di Indonesia. Namun hingga saat ini, jumlah titik api dan luas kebakaran hutan dan lahan terus menurun dibanding tahun sebelumnya hingga akhirnya puncak ancaman kebakaran hutan dan lahan pun berlalu.
Keberhasilan menanggulangi kebakaran hutan selama tahun 2017 tersebut diklaim telah dapat diatasi dengan baik. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan, berbagai indikator menunjukkan bahwa pengendalian kebakaran hutan dan lahan telah berhasil dengan baik. Jumlah hotpsot kebakaran hutan dan lahan berkurang, indeks standar pencemaran udara normal hingga sehat, dan jarak pandang normal dan aktivitas masyarakat berjalan nomal selama tahun 2017. Tidak ada bandara yang tertutup akibat asap.
Jumlah hotspot dari pantauan satelit NOAA menurun 32,6 persen selama tahun 2017 dibandingkan tahun 2016. Pada tahun 2016, jumlah hotspot dari NOAA sebanyak 3.563 titik sedangkan selama 2017 sebanyak 2.400 titik. Begitu juga hotspot kebakaran hutan dan lahan dari pantauan satelit Terra-Aqua, terjadi penurunan sebesar 46,9 persen. Selama tahun 2016 terdapat 3.628 hotspot, sedangkan tahun 2017 sebanyak 1.927 titik untuk tingkat kepercayaan di atas 80 persen.
“Berdasarkan analisis citra satelit yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas kebakaran hutan dan lahan juga berkurang. Selama tahun 2017 terdapat 124.983 hektare hutan dan lahan yang terbakar. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan pada tahun 2016 seluas 438.360 hektar dan tahun 2015 seluas 2,61 juta hektar,” ujar Sutopo, Jakarta, Kamis (26/10).
BACA JUGA: Cuaca Kering, Manggala Agni Bersiaga Antisipasi Karhutla
Tahun 2017, lanjutnya, terdapat pergeseran lokasi kebakaran hutan dan lahan. Jika sebelumnya daerah yang banyak terbakar adalah di Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2017, bergeser ke Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Papua.
Berdasarkan data dari KLHK selama tahun 2017, daerah yang banyak terbakar di NTT seluas 33.030 hektare, NTB 26.217 hektare, dan Papua 16.492 hektare. Sedangkan daerah-deerah yang langganan kebakaran hutan di tahun sebelumnya, justru berkurang. Luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau 6.841 hektare, Sumatera Selatan 3.007 hektare, Jambi 109 hektare, Kalimantan Barat 6.992 hektare, Kalimantan Selatan 3.007 hektare, Kalimantan Tengah 1.365 hektar dan Kalimantan Timur 262 hektare.
“Keberhasilan penanganan kebakaran hutan dan lahan selama 2017, tidak terlepas dari sinergi yang dilakukan semua pihak. Koordinasi yang dilakukan antara Kementerian LHK, BNPB, TNI, Polri, Lapan, BMKG, BPPT, BRG, BPBD, Pemerintah Daerah, relawan, dunia usaha, masyarakat dan lainnya telah berlangsung dengan baik,” terusnya.
Patroli terpadu dilakukan dengan mendirikan 300 posko desa dengan jangkauan 1.203 desa rawan kebakaran hutan dan lahan. KLHK menggerakkan 1.980 personil Manggala Agni dan 9.963 orang Masyarakat Peduli Api untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan. Ribuan personil TNI dan Polri dikerahkan untuk antisipasi dan pemadaman. BNPB mengerahkan 26 helikopter water bombing dan 3 pesawat untuk hujan buatan. Total 71,9 juta liter air telah dijatuhkan oleh helikopter water bombing, dan 162 ton garam disemai untuk hujan buatan.
“Saat ini upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan masih terus dilakukan di daerah. Siaga darurat kebakaran hutan lahan masih diberlakukan oleh Kepala Daerah hingga akhir Oktober-November 2017,” tambahnya lagi.
BACA JUGA: Kenaikan Jumlah Hotspot Tidak Pengaruhi Upaya Pengurangan Emisi
Di sisi lain, hingga hari ini Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Brigdalkarhutla) KLHK – Manggala Agni Kalimantan Selatan masih terus melakukan upaya penanggulangan karhutla. Hal ini dikarenakan Status Siaga Darurat Bencana Asap akibat kebakaran hutan dan lahan Provinsi Kalimantan Selatan masih berlangsung hingga 31 November 2017 nanti, sehingga semua pihak terkait masih harus tetap siaga.
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Panjaitan mengungkapkan bahwa sinergi dan koordinasi yang baik antara tim pemadaman darat dan pemadaman udara menjadi strategi penting dalam upaya pengendalian karhutla. Tidak semua area yang terbakar bisa dijangkau dengan akses darat sehingga dukungan pemadaman udara menjadi sangat penting.
“Banyak karhutla terjadi pada area yang sulit, dimana kendaraan darat tidak bisa menjangkau. Kondisi seperti inilah, keberadaan helikopter baik helly KLHK maupun tim Satgas Udara Provinsi berperan,” tutup Raffles.
Penulis: Danny Kosasih