Jakarta (Greeners) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 142 tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan Pada Pusat Perbelanjaan, Toko Swalayan, dan Pasar Rakyat. Kebijakan tersebut mulai diimplementasikan pada Juli 2020.
Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rahmawati mengatakan peraturan gubernur ini bertujuan untuk mengurangi timbulan sampah terutama plastik. Menurut Rahmawati, meskipun terdapat pro dan kontra, isi materi pergub menekankan pada edukasi dan sosialisasi supaya tercipta perubahan perilaku.
“Kita ingin mementingkan perubahan masyarakat untuk lebih bijak dan sadar agar mereka mau mengurangi sampah,” ujar Rahmawati kepada Greeners melalui telepon, Selasa (14/01/2020).
Baca juga: Kota Bandung Siap Kurangi Kantong Plastik Hingga 100% di Tahun 2025
Rahmawati menuturkan regulasi ini mulai dijalankan setelah enam bulan ditetapkan. Menurutnya pelaku usaha memerlukan adaptasi seperti menghabiskan sisa kantong plastik sekali pakai, mengimbau para konsumen untuk membawa kantong belanja sendiri, hingga menyediakan tas ramah lingkungan sesuai dengan ketentuan di peraturan.
“Penggunaan kantong belanja ramah lingkungan ini berlaku efektif mulai 1 Juli 2020. Jadi, semua pusat perbelanjaan, toko swalayan, ritel modern, hingga pasar rakyat tidak boleh memakai plastik sekali pakai,” ucap Rahma.
Pemprov DKI juga mewajibkan pelaku usaha memasang poster selama enam bulan bahwa tidak lagi menyiapkan kantong plastik sekali pakai dan membawa kantong belanja sendiri.
“Selama enam bulan ini kita terus melakukan pembinaan dan pendampingan kepada pelaku usaha. Jika nanti ada pelaku usaha yang didapati masih memakai kantong plastik sekali pakai akan kita kenakan sanksi administratif hingga denda mulai Rp 5 juta sampai Rp 25 juta,” ujar Rahma.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan pemerintah melakukan berbagai upaya dan pendekatan secara bersamaan dalam upaya pengelolaan sampah di Indonesia, khususnya sampah plastik. Karena persoalan sampah adalah multidimensi yang meliputi sosial, kultural, politik, struktural, dan teknis.
Baca juga: Ancaman Mikroplastik Dari 600 Ribu Ton Sampah Tiap Tahun Ke Laut
“Pemerintah pusat sangat mendukung upaya-upaya pembatasan timbulan sampah yang dilakukan oleh pemda, produsen, ataupun gerakan masyarakat,” ujar Novrizal.
Novrizal menyebut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas rekomendasi KLHK, memberikan insentif kepada daerah yang berhasil mengurangi sampah plastik. Insentif tersebut merupakan bukti bahwa suatu daerah berhasil mengurangi sampah plastik yang dinilai dari pembatasan dan daur ulang. “Tahun lalu, ada 10 daerah yang diberikan insentif oleh Kemenkeu dengan nilai Rp10 miliar per daerah,” katanya.
Perlu Aturan Lebih Lanjut
Fajri Fadhillah Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan, Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) menyoroti sanksi pada Pasal 22 Ayat (6) di dalam pergub. Sanksi administratif, kata Fajri, wajib diumumkan kepada publik. Namun, di pasal tersebut masih mengandung kata “dapat” yang berarti pemberi sanksi boleh tidak mengumumkan pemberian sanksinya kepada publik.
Fajri menyampaikan bahwa Pemprov harus mendesain aturan lebih lanjut yang memotivasi pelaku usaha dan konsumen agar beralih untuk tidak menggunakan kemasan pangan sekali pakai. Ia juga mendorong pemerintah melanjutkan penyusunan peraturan mengenai pembatasan jenis plastik sekali pakai seperti sedotan dan styrofoam.
Sebelumnya, pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai sudah lebih dulu dilakukan di kota Banjarmasin pada 2016. Kemudian diikuti oleh daerah lain termasuk kota Bandung dan Provinsi Bali.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani