Jakarta (Greeners) – Negosiasi perjanjian plastik global (global plastic treaty) akan kembali berlangsung dalam Intergovernmental Negotiating Committee (INC) keempat pada 23-29 April 2024 di Ottawa, Kanada. Organisasi masyarakat sipil mendesak para pemimpin ASEAN untuk bersikap tegas mengenai instrumen global demi mengakhiri pencemaran plastik.
Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) Asia Pasifik, bersama dengan organisasi masyarakat sipil lainnya termasuk Environmental Justice Foundation dan Basel Action Network lakukan desakan ini. Mereka mengirimkan surat desakan tersebut ke kantor Sekretariat Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN). Surat itu telah ditandatangani oleh lebih dari 100 organisasi masyarakat sipil (CSO) dari seluruh Asia dan dunia.
BACA JUGA: Warga Muara Gembong: Bebaskan Desa dari Sampah Plastik!
Asia Tenggara merupakan negara kepulauan dengan pulau-pulau yang banyak terdampak parah dari sampah laut. Bahkan, tercemar di berbagai tahap sepanjang rantai pasokan plastik. Mulai dari ekstraksi bahan bakar fosil hingga pembuatan plastik dan produk plastik, transportasi, penggunaan, serta pembuangan.
Selain itu, negara-negara di Asia Tenggara juga menjadi korban perdagangan sampah plastik ilegal yang terus-menerus dari negara-negara maju. Negara lain telah menjadikan wilayah Asia Tenggara sebagai tempat pembuangan sampah yang tidak dapat didaur ulang.
Sampah tersebut mulai dari plastik sekali pakai hingga mikroplastik dan polusi beracun dari pembakaran. Produksi plastik global yang tidak terkendali juga akan terus menjadikan komunitas di Asia Tenggara sebagai pihak yang paling banyak terkena beban pencemaran beracun, kecuali negara-negara ASEAN mengambil tindakan.
Pemimpin ASEAN Perlu Tegas
Menurut Deputy Director for Campaigns of Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) Asia Pasific, Mayang Azurin, pemimpin ASEAN harus memanfaatkan momen negosiasi perjanjian plastik global ini dengan tegas. Terutama, untuk mengatasi kesenjangan kebijakan dalam pembuangan sampah.
“Dan perlu mendorong akuntabilitas pada pemerintahan negara bagian utara yang selalu menggambarkan kawasan ini (Asia Tenggara) sebagai wilayah yang paling mencemari secara global, dengan maksud menciptakan permintaan palsu terhadap teknologi penanganan sampah. Kemudian, pada akhirnya juga menghasilkan polusi dalam berbagai kerja sama pembangunan. Sementara, sebenarnya mereka (masih) membuang sampah plastik di perbatasan wilayah kita,” kata Mayang lewat keterangan tertulisnya, Jumat (19/4).
Ia bersama organisasi masyarakat sipil lainnya mendesak pemimpin ASEAN untuk menjaga wilayah ini sebagai tempat solusi yang bermanfaat, berkelanjutan, dan terbukti dengan memastikan perjanjian plastik global yang ambisius.
INC-4 Pengingat Penting bagi Negara PBB
INC-4 merupakan pengingat penting bagi Negara-negara Anggota (PBB). Khususnya, untuk melindungi hak-hak rakyat mereka yang mata pencaharian, kesejahteraan, keadilan antar-generasi, dan keadilan gender bergantung pada nasib perjanjian yang prospektif.
Kendati demikian, organisasi-organisasi masyarakat sipil di Asia Tenggara pun terus menyerukan kepada para delegasi ASEAN. Mereka menyuarakan untuk mengambil langkah konkrit dalam perjanjian mengikat mengatasi pencemaran di seluruh siklus hidup plastik. Terutama, dengan memprioritaskan pengurangan produksi plastik global.
BACA JUGA: Bank Sampah GESIT Tawarkan Produk Isi Ulang untuk Atasi Plastik
Kemudian, secara bertahap mereka juga terus menyerukan untuk menghentikan penggunaan bahan kimia berbahaya, termasuk polimer yang membentuk plastik.
Pengkampanye Polusi dan Urban Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Abdul Ghofar mengatakan, ASEAN merupakan pasar terbesar bagi perusahaan multinasional yang memproduksi jutaan ton sampah plastik, terutama kemasan sachet.
“Mereka mendapatkan keuntungan, sementara kita mendapatkan masalah,” imbuhnya.
Menurut Ghofar, perjanjian plastik global adalah kesempatan besar bagi negara-negara ASEAN untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Asia Tenggara bukan sumber utama pencemaran plastik. Asia Tenggara adalah sumber solusi untuk mengatasi pencemaran plastik.
“Kami sebagai warga ASEAN berharap bahwa para pemimpin ASEAN dapat memberikan contoh dengan mendukung upaya untuk mengakhiri kolonialisme sampah dan mengurangi produksi plastik. Lalu, mengintegrasikan ekosistem penggunaan kembali ke dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia