Jakarta (Greeners) – Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berlangsung selama hampir 10 tahun, ternyata masih dianggap gagal dalam memberikan kontribusi yang berarti terhadap kesejahteraan petani. Peran penting petani sebagai penyedia pangan nasional masih belum diimbangi dengan kesejahteraan hidup rumah tangga mereka.
Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI), Dwi Andreas Santosa menyatakan bahwa peningkatan impor pangan empat kali lipat dari tahun 2003, yaitu sebanyak US$ 3,34 miliar menjadi US$ 14,9 miliar hingga tahun 2013, menjadi bukti bahwa pemerintah telah salah dalam menerapkan kebijakan.
Andreas juga menjelaskan bahwa penyusutan luas lahan pertanian sebanyak lima juta hektar lebih, atau menurun 16,32 % dari 2003 selama 10 tahun terakhir, juga menyebabkan hilangnya 500.000 lebih rumah tangga keluarga tani. Ini menjadi bukti kalau semakin banyak masyarakat pedesaan yang tidak tertarik lagi untuk bertani karena tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi keluarganya.
“Data Sensus Pertanian 2013 dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah keluarga tani sebanyak 5,04 juta rumah tangga, dari yang tadinya pada tahun 2003 ada 31,17 juta sekarang pada tahun 2013 menjadi 26.13 juta. Ini kan bahaya,” ungkap Andreas saat ditemui dalam diskusi pakar “Pengelolaan Benih Melalui Pemberdayaan Masyarakat Lokal Untuk Mewujudkan Kedaulatan Pangan” yang diselenggarakan oleh Yayasan KEHATI di Jakarta, Selasa (19/08).
Padahal, lanjut Andreas, jika pemerintah memang serius dengan kesejahteraan petani, maka bisa saja kesalahan program dan kebijakan tersebut segera dibenahi. Dia memberikan contoh tentang apa yang telah dilakukan oleh AB2TI yang memiliki program untuk membentuk 10.000 pemuliaan tanaman melalui persilangan di beberapa wilayah di Indonesia.
“Program IF8 (Indonesian Farmer) karya petani kita sudah berhasil panen dengan produktivitas 10,4 hingga 13,8 ton Gabah Kering Panen per hektare periode April dan Juni 2014. Kita saja bisa dengan jumlah petani yang tergolong sedikit,” tambahnya.
Selanjutnya Andreas mengungkapkan bahwa benih karya IF8 tersebut sudah dikembangkan di 14 kabupaten seperti Lamongan, Pasuruan, Mojokerto, Sukoharjo, Wonogiri, Gunung Kidul, Kulonprogo, Sragen, Semarang, Pemalang, Brebes, Banyumas dan Cilacap.
“Rata-rata hasil varietasnya dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan varietas milik pemerintah maupun swasta, dan yang lebih baik lagi pendapatan para petani yang terlibat di IF8 meningkat dari 50 hingga 100 persen. Sangat cukup untuk menyejahterakan keluarganya,” ungkap Andreas.
Berdasarkan hasil Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013 yang dirilis Badan Pusat Statistik dengan sampel 418.000 rumah tangga, diperoleh rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian sebesar Rp 2,2 juta per bulan atau Rp 550.000 per kapita per bulan (asumsi rata-rata jumlah anggota rumah tangga empat orang).
Hanya Rp 1 juta per bulan atau Rp 250.000 per kapita per bulan saja yang berasal dari usaha pertanian. Artinya, petani Indonesia memang miskin jika hanya mengandalkan pendapatan dari usaha pertanian. Ironisnya, 63 persen petani mengandalkan hidupnya dari usaha pertanian.
(G09)