Jakarta (Greeners) – Pulau Kalimantan digadang-gadang akan menjadi lokasi baru Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo juga telah melakukan kunjungan ke Kalimantan Timur untuk meninjau lokasi secara langsung. Diketahui bahwa pulau Kalimantan merupakan rumah hutan terbesar di Indonesia sehingga ada kekhawatiran pemindahan ibu kota negara (IKN) akan mengakibatkan deforestasi besar-besaran.
Atas hal ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa IKN yang baru nantinya harus dalam konsep kota hijau. Ini artinya pembangunan kota tidak menganggu hutan lindung, berbasis energi terbarukan, dan seluruh operasional kota dan angkutannya menggunakan energi ramah lingkungan untuk meminimalkan polusi.
Salah satu lahan yang menjadi kandidat IKN adalah Taman Hutan Rakyat (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara, Kaltim. Namun Bambang mengatakan bahwa di kawasan Tahura Bukit Soeharto sudah banyak terjadi pelanggaran pemakaian lahan sehingga harus direvitalisasi dan hal ini juga arahan dari presiden.
“Memang di Kalimantan itu banyak hutan, tapi kita tidak akan menganggu hutan lindung karena memang itu harus dijaga dan tidak boleh berkurang. Sekalipun Bukit Soeharto kita gunakan sebagai ibu kota negara, tidak mungkin membangun seluruh kota di situ sepenuhnya. Tetapi dimungkinkan lahan pembangunan di sekitar bukit Soeharto dan Bukti Soeharto menjadi bagian dari kota baru tersebut,” ujar Bambang saat ditemui Greeners di Kantor Bappenas, Menteng, Jakarta, Jumat (17/05/2019).
BACA JUGA: Tahun 2024 Indonesia Diperkirakan Siap Memindahkan Ibu Kota Negara
Lebih lanjut Bambang mengatakan kalau pemerintah bisa saja menggunakan HGU (Hak Guna Usaha) pada Hutan Produksi namun dalam praktiknya harus sesuai dengan perundang-undangan. “Banyak sekali HGU yang tidak dimanfaatkan dan itu bisa kita manfaatkan. Nanti akan kita lihat kebutuhannya,” ujarnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan bahwa status hutan dan tanah di Kalimantan kebanyakan adalah milik negara sehingga tidak perlu dibebaskan. Sofyan menyatakan kepentingan pembangunan 40.000 hektare untuk IKN akan berada di luar hutan lindung.
“Banyak tanah negara di Kalimantan jadi tidak perlu ada pembebasan (status tanah). Kalau misalnya 40.000 hektare yang kita butuhkan untuk pembagunan itu berada di hutan lindung, tidak akan kita bebaskan lahannya. Malahan, kita memiliki kota yang dikelilingi oleh hutan lindung yang bagus dan dikelola dengan baik,” ujarnya.
BACA JUGA: Perubahan Status Cagar Alam Kamojang dan Papandayan Ditolak Massa
Menurut Sofyan, justru melalui pemindahan IKN ini hutan lindung yang rusak bisa dikembalikan fungsinya. “Bukit Soharto merupakan hutan lindung yang saat ini memiliki pelanggaran, seperti ada kebun sawit di sana. Jadi inilah juga yang menjadi sasaran Pak Presiden untuk merevitalisasi apalagi menjadi bagian atau dekat dengan IKN baru nanti,” katanya.
Sofyan mengatakan kalau nanti lokasi IKN yang baru sudah di tentukan maka akan dilakukan pendataan untuk penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah yang ada kemudian status tanah akan “dibekukan”. Siapapun tidak boleh menjual tanah kepada siapapun kecuali kepada rencana badan otorita atau BUMN.
“Kalau itu tanah HGU atau tambang, nanti akan ada batas waktu kembali ke negara tidak perlu dibayar, sedapat mungkin tentu diusahakan tanah negara. Saran saya, jangan berspekulasi nanti rugi,” katanya.
Penulis: Dewi Purningsih