Jakarta (Greeners) – Pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) pengendalian peredaran merkuri. Berbagai instansi yang tergabung dalam satgas tersebut di antaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kepolisian Republik Indonesia, dan Kejaksaan Agung.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong mengatakan, satgas ini akan bertanggung jawab atas pencegahan dan pengendalian merkuri di tingkat nasional dan internasional.
“Dengan sinergi dan kolaborasi yang kuat, saya yakin kita dapat mencapai tujuan dalam mendukung upaya pengurangan dan penghapusan merkuri. Mari kita jadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu,” ujar Alue lewat keterangan tertulisnya, Jumat (4/10).
Upaya Pengendalian Peredaran Merkuri di Indonesia
Alue mengatakan, pemerintah telah mengambil berbagai tindakan konkret. Di antaranya pengaturan sistem perdagangan impor merkuri, penyitaan 36,29 ton batu sinabar, dan lebih dari 20 ton merkuri elemental. Pemerintah juga melakukan peringatan publik terkait penemuan 135 kosmetik yang mengandung merkuri oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada tahun 2023.
Selain itu, pemerintah telah mengawasi dan menghapus lebih dari 700 tautan perdagangan ilegal merkuri di platform marketplace. Mereka juga menarik alat kesehatan yang mengandung merkuri di 15 provinsi. Bahkan, membangun fasilitas pengolahan emas bebas merkuri di 10 lokasi di Indonesia.
BACA JUGA: Bahaya Merkuri Mengintai, Pemerintah Waspada
Alue berharap keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari kementerian dan lembaga terkait, pemerintah daerah, industri, universitas, hingga organisasi masyarakat dapat memperkuat koordinasi dalam pengendalian peredaran merkuri.
“Dengan demikian, komitmen untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari dampak negatif penggunaan merkuri dapat meningkat,” ujarnya.
Dampak Merkuri terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Pencemaran lingkungan akibat penggunaan merkuri berdampak signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2001, merkuri termasuk dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena karakteristiknya yang beracun dan karsinogenik. Hal ini menunjukkan bahwa pengendalian merkuri sangat penting untuk melindungi masyarakat dan lingkungan.
Ketika merkuri dilepaskan ke lingkungan, merkuri akan terakumulasi di sedimen perairan dan berubah menjadi metilmerkuri yang berbahaya, lalu memasuki rantai makanan. Pencemaran merkuri menjadi masalah serius karena metilmerkuri dapat dengan mudah masuk ke dalam aliran darah dan memengaruhi fungsi otak.
BACA JUGA: Penggunaan Merkuri Melonjak, Regulator Tunjuk PETI sebagai Biang Kerok
Pada tahun 2015, Asia Tenggara dan Asia Timur mencatat penggunaan merkuri tertinggi, terutama di sektor Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Indonesia. Menurut laporan UNEP, lebih dari separuh merkuri di PESK diperdagangkan secara ilegal. Hal ini memperparah masalah pencemaran.
Melalui kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, Indonesia berupaya mencapai target global penghapusan merkuri sesuai dengan mandat Konvensi Minamata.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia