Jakarta (Greeners) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebut selain hujan lebat penyebab utama banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan ialah beralihnya fungsi lahan untuk pertanian dan pertambangan. Eksplorasi tambang terjadi di wilayah hulu yang berada di bagian atas Gunung Lero.
Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang Melky Nahar membenarkan bahwa lahan di Luwu Utara dipergunakan sebagai pertambangan, perkebunan kelapa sawit, pembangunan vila, dan penginapan. Menurutnya banjir bandang di selatan Sulawesi tersebut sama dengan wilayah lain yang mengalami banjir dan longsor. “Semua karena alih fungsi lahan di kawasan hulu, tak hanya untuk tambang juga,” ujarnya ketika dihubungi Greeners, Minggu, (19/07/2020).
Baca juga: Sampah Plastik Mendominasi TPST Bantar Gebang
Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo. Ia menuturkan ekosistem dan lahan di bagian selatan yang semula berupa kawasan hutan lindung berubah menjadi lahan pertanian semusim seperti jagung.
“Ketika jumlah penduduk semakin bertambah dan kebutuhan lahan pertanian semakin banyak yang harus kita utamakan dan ingat adalah menjaga keseimbangan alam,” ujar Doni saat meninjau bencana banjir bandang di Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, Jumat, (17/7/2020).
Bagian selatan atau Gunung Lero yang mengarah ke Kota Masamba, kata Doni, telah habis. Menurutnya tutupan tanaman perdu maupun tanaman merambat semestinya terlihat di lahan lama. “Tetapi tadi kita perhatikan dari jarak jauh (dari atas) itu belum ada tutupan, artinya masih baru,” ucapnya.
Ia menyampaikan dari tampilan visual jarak jauh menggunakan helikopter, di wilayah Gunung Lero terlihat sebagian kawasan mengalami longsor. Doni mengatakan akan melakukan kajian mengenai potensi pembukaan lahan yang menyebabkan banjir bandang.
Adapaun karakteristik bebatuan yang mudah longsor di wilayah hulu dataran tinggi dan adanya pertemuan sejumlah sesar aktif juga menambah potensi bencana. Ia menuturkan dalam satu setengah sampai dua tahun terakhir, Sulawesi Selatan mengalami dua kali peristiwa banjir bandang. Kejadian pertama terjadi di Makassar yang merenggut korban hampir 100 orang.
“Ini menjadi catatan bagi kita semua khususnya pemerintah Kabupaten Luwu Utara, agar daerah-daerah yang berada di wilayah kawasan bantaran sungai terutama yang padat permukiman penduduk sudah harus dipikirkan mitigasinya ke depan. Supaya kasus seperti ini tidak terulang kembali dan kemudian hari tidak menimbulkan korban jiwa seperti ini,” kata Doni.
Baca juga: Tantangan Kebijakan Pelarangan Kantong Plastik di Daerah
Menurut keterangan yang didapatkan Doni dari penjelasan Bupati Luwu Utara, kejadian serupa pernah terjadi pada 1982 dengan jumlah korban yang lebih sedikit. Ia meminta agar hal itu dapat dijadikan evaluasi dalam menjaga keseimbangan alam.
Ia juga menegaskan kepada seluruh komponen, agar jangan sampai ekosistem alam terganggu karena masyarakat maupun pemerintah abai dan tidak mengelola dengan baik. “Kejadian ini (banjir bandang) merupakan evaluasi bagi kita agar bersungguh-sungguh memperhatikan dan menata keseimbangan ekosistem,” ujar Doni.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani