Pembentukan Badan Usaha Khusus EBT Harus Dikaji Serius

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Pemerintah berencana untuk mendirikan badan usaha baru guna mempercepat pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. Pembentukan badan usaha khusus EBT ini dikatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dilakukan agar investor tidak ragu lagi menanamkan modal untuk proyek-proyek EBT yang tengah dikerjakan oleh pemerintah di beberapa wilayah di Indonesia.

“Nantinya, badan usaha itu akan memperoleh subsidi. Jadi, selisih harga antara harga keekonomian dengan harga EBT yang masih dianggap lebih mahal akan ditutupi oleh subsidi,” tuturnya seperti dikutip melalui keterangan reami yang diterima oleh Greeners, Jakarta, Sabtu (09/10).

Sudirman menerangkan, bentuk badan tersebut masih dikaji karena bisa saja berbentuk anak perusahaan dari PLN agar investor tidak ragu. Prioritas terhadap percepatan pengembangan EBT sendiri akan lebih berkontribusi kepada ketersediaan energi dalam jangka panjang, ketahanan energi, dan kemandirian energi.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyarankan kepada pemerintah untuk memperjelas terlebih dahulu bagaimana bentuk badan untuk EBT ini nantinya. Karena, harus ada perbedaan yang jelas antara jenis badan yang akan dibentuk nanti antara badan usaha atau badan non usaha karena ini akan berpengaruh terhadap jenis anggaran yang akan dikeluarkan untuk investasi pemerintaj dalam mendirikan badan tersebut.

“Rencana ini masih simpang siur. Ada yang bilang akan di bawah Perusahaan Listrik Negara (PLN), ada juga yang bilang badan usaha khusus sendiri. Ini harus diperjelas dulu,” tambahnya.

Terkait niat untuk mempercepat pengembangan energi baru terbarukan, ia mengaku setuju dan mendukung rencana yang memang sudah seharusnya sejak lama dilakukan oleh pemerintah. Hanya saja, Fabby justru mempertanyakan apakah pembentukan badan baru tersebut akan benar-benar menyelesaikan masalah terkait pengembangan EBT di Indonesia.

Selain itu, menurut Fabby, pemerintah juga harus memperhatikan kerangka regulasi dan insentif yang terjadi di Indonesia masih belum jelas. Hal ini yang seharusnya diperbaikin terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk dalam rencana pembentukan badan baru untuk energi terbarukan.

“Regulasi kita masih belum jelas. Investor asing masih bingung dan gamang untuk melakukan investasi di sektor ini. Pembentukan badan ini sendiri apa bisa menyelesaikan semua masalah yang ada. Kalau tidak, untuk apa dibentuk badan ini,” pungkasnya.

Seperti diketahui, UU No 30/2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah No 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) menekankan kebutuhan untuk mempercepat pengembangan EBT. KEN telah menargekan porsi EBT dalam bauran energi nasional pada 2025 hingga sebesar 23 persen, atau hampir empat kali lipat dari target yang berhasil dicapai saat ini.

Sejumlah terobosan yang telah dilakukan pemerintah dalam mengembangkan EBT antara lain membentuk dan mengelola Dana Ketahanan Energi, pembangunan Center of Excellence untuk energi bersih di Indonesia, dan program EBT untuk listrik desa di daerah terpencil.

Dalam mencapai target 25 persen EBT dari program 35.000 megawatt (MW), telah dibangun antara lain seperti Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Samas (Yogyakarta), Sidrap (Sulawesi Selatan), pembangkit listrik tenaga panas bumi di Sarulla (Sumatera Utara) dan pembangkit listrik biomassa di Surabaya.

Selain itu, target EBT juga hendak dicapai dengan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebesar 5.000 MW untuk seluruh Indonesia.

Penulis: Danny Kosasih

Top