Jakarta (Greeners) – Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tanggal 12 Agustus sebagai salah satu hari penting internasional. Sejak tahun 2012, PPB memutuskan tanggal tersebut sebagai Hari Gajah Sedunia. Indonesia sendiri adalah salah satu dari sedikit negara dengan populasi gajah yang telah mengembangkan dan melakukan pembaruan dokumen Strategi Konservasi Gajah Indonesia dan Rencana Aksi (2007-2017).
Bagi Indonesia, penting untuk mendapatkan masukan terhadap pembaruan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah 2018-2028. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang memiliki dua sub-spesies gajah Asia sekaligus, yaitu Kalimantan dan Sumatera.
Populasi gajah tersebut saat ini diperkirakan tersisa 1.724 individu menurut Forum Konservasi Gajah Indonesia (FKGI,2014), atau menurun sekitar 28% dari tahun 2007 yang tercatat sekitar 2.400-2.800 individu.
Pada tahun 2011, Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) statusnya telah menjadi Critically Endangered (CR). Hal ini disebabkan karena jumlah populasi yang menurun kurang lebih 80% selama lebih dari 3 generasi. Selain itu, lebih dari 69 persen habitat gajah Sumatera yang potensial telah berkurang dalam 25 tahun terakhir. Kondisi seperti ini terjadi pada populasi gajah di hampir semua negara-negara di Asia.
BACA JUGA: Hari Konservasi Nasional Bisa Menjadi Momentum Membangun Kesadaran Kolektif
Terkait pembaruan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Gajah 2018-2028, Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Wiratno mengatakan kalau draf tersebut akan mempertimbangkan perubahan-perubahan land use (penggunaan lahan) dan pengalaman-pengalaman terhadap pusat konservasi gajah yang masih memiliki banyak masalah. Seperti keberhasilan yang terjadi pada sanctuary di Barumun Nagari, Sumatera Utara dengan keberhasilan konservasi gajahnya karena pola edukasi yang sesuai.
“Kita juga melibatkan para pihak seperti tokoh-tokoh agama, pemuka adat, dan masyarakat. Ke depan kita akan mendorong sanctuary ini di beberapa tempat. Kedua, saya mendorong komunikasi lintas pusat konservasi gajah. Lalu tentu akan melibatkan para pihak seperti swasta untuk investasi di kantong-kantong populasi gajah,” katanya kepada Greeners saat ditemui di sela-sela pelaksanaan Hari Konservasi Alam Nasional di Banyuwangi, Kamis (10/08).
Wiratno juga mengatakan bahwa penegakan hukum akan terus diperkuat dengan kerjasama antara berbagai pihak. Namun yang lebih penting adalah langkah pencegahan perburuan gajah sebelum melakukan penegakan hukum, termasuk melakukan komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat di wilayah-wilayah habitat gajah.
“Sosialisasi ini penting supaya masyarakat paham mana yang memang wilayah teritori gajah dan tidak mengubahnya menjadi lokasi pertanian ataupun perkebunan,” ujarnya.
BACA JUGA: Setiap Taman Nasional Harus Berikan Model Penyelesaian Masalahnya
Donny Gunaryadi dari Forum Konservasi Gajah mengatakan telah melakukan proses evaluasi di empat regional yaitu Sumatera bagian Utara (di wilayah Aceh) , bagian tengah (di wilayah Riau dan Jambi), bagian Selatan (di wilayah Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan); dan di Kalimantan Utara. Menurutnya, cukup banyak masukan tentang berbagai masalah yang dihadapi oleh gajah dan kantong populasinya.
Masalah proteksi, diakuinya masih menjadi masalah yang sulit ditangani. Kasus kematian gajah yang masih sering terjadi memperlihatkan perlindungan gajah di tiap-tiap kantong populasinya masih sangat lemah. Mitigasi masalah konflik dan bagaimana mitigasi ini bisa terus berjalan pun masih dalam pembahasan. Kajian untuk mengetahui populasi dengan metode yang paling valid pun telah dilakukan, namun tetap masih belum merata di semua situs karena masalah pendanaan.
“Lalu evaluasi dan masukan kami yang selanjutnya untuk dokumen Strategi Konservasi Gajah Indonesia dan Rencana Aksi selanjutnya itu ada di pendanaan. Skema pendanaan untuk kegiatan membantu gajah jauh lebih kecil dari ekosistem lain. Ini harus bisa ditemukan solusinya. Lalu masalah ekologi gajah masa kini, perlu tidak sih kajian terhadap tingkat stres gajah. Apalagi yang ada di konsesi besar. Terkahir ya masalah kebijakan harus diperkuat. Untuk evaluasi juga, harus dibuat tolak ukur dari rencana aksi ini. Harus dilihat juga ukuran keberhasilannya,” tutup Donny.
Penulis: Danny Kosasih