Jakarta (Greeners) – Satu tahun sudah Sidang Paripurna DPR resmi mengadopsi Rancangan Undang-undang tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (RUU PPHMA) sebagai salah satu RUU inisiatif DPR-RI untuk dibahas bersama dengan Pemerintah. Namun, satu tahun tersebut terlewati tanpa perkembangan yang siginifikan.
Dalam acara Konsultasi Nasional yang diadakan di salah satu hotel di wilayah Jakarta Pusat pada hari Kamis (22/05) lalu, Direktur Advokasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Erasmus Cahyadi menyatakan bahwa publik, khususnya masyarakat adat, hanya mengetahui bahwa DPR-RI telah membentuk Panitia Khusus (PANSUS).
“Publik juga hanya mengetahui bahwa Presiden telah menunjuk 4 (empat) Kementerian yang menjadi wakil Pemerintah dalam membahas RUU tersebut. Sementara berbagai pertanyaan publik, seperti materi yang diatur, proses pembahasan, kapan disahkan, dan pertanyaan-pertanyaan penting lainnya masih belum mendapatkan jawaban hingga saat ini,” katanya.
Persoalan kelembagaan disinyalir masih menjadi masalah dalam penyusunan RUU PPHMA. Dalam draf tersebut masyarakat hukum adat tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional hanya diatur oleh panitia yang bersifat ad hoc. “Selain sifatnya yang sementara, kewenangan Panitia ini pun sangat terbatas, yaitu hanya melakukan proses verifikasi terhadap keberadaan masyarakat hukum adat,” ujarnya.
Menurut Erasmus, para perancang RUU di DPR seharusnya sudah memahami bahwa lembaga yang khusus mengurusi masyarakat adat sangat diperlukan untuk menyelesaikan beberapa persoalan. Seperti, mengkoordinasikan agenda pembangunan di wilayah adat, mereview dan melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan terkait masyarakat adat, merancang dan memfasilitasi proses-proses penyelesaian konflik, serta menjalankan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan hukum adat dan masyarakat adat.
“Untuk hal ini, perancang RUU sebenarnya tidak memulai dari nol. AMAN telah menyediakan suatu draf yang memasukkan lembaga dimaksud yang dinamakan dengan ‘Komisi Masyarakat Adat’, yang berada di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota,” katanya.
Lambannya kinerja PANSUS dan masa pemerintahan SBY yang tinggal beberapa bulan lagi dikhawatirkan akan membuat pengesahan RUU PPHMA menjadi tertunda. “Tapi, hal yang juga tidak kalah pentingnya adalah pengesahan RUU PPHMA secara tergesa-gesa tanpa diskusi mendalam mengenai materi pengaturannya sama saja dengan melanggengkan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat adat dan negara ini,” jelas Erasmus.
Dengan berbagai persoalan tersebut, AMAN memandang perlu melakukan konsultasi nasional yang melibatkan berbagai pihak ini agar muncul kesepahaman terkait materi yang diatur di dalam draf RUU PPHMA. “Selain itu juga diharapkan muncul langkah-langkah kolektif yang harus diambil dalam rangka percepatan pembahasan RUU PPHMA,” imbuhnya.
(G30)