London, 11 September 2016 – Topan yang melanda perairan Asia bagian Timur dan Tenggara telah menjadi semakin ganas dengan intensitas meningkat antara 12% dan 15% selama empat abad terakhir, menurut studi terbaru.
Ditambah lagi, proporsi badai dengan kategori 4, yaitu kecepatan angin mencapai 200 kilometer per jam, dan kategori 5, yaitu kecepatan melebihi 250 kph, telah meningkat dua bahkan tiga kali lipat.
Kabar baiknya untuk para pelaut adalah topan tropis yang menetap di lautan bebas tidak bertambah buruk. Angin badai yang menghantam daratan, sebaliknya, akan sangat merusak.
Penyebab kenaikan intensitas ini adalah kenaikan suhu permukaan laut di Pasifik bagian Barat Laut.
Para peneliti menyatakan, berdasarkan pola pemanasan suhu permukaan laut akibat kenaikan gas rumah kaca mengindikasikan bahwa topan yang melanda daratan Cina, Taiwan, Korea, dan Jepang akan semakin meningkat.
Kerusakan oleh Topan
“Mengingat kerusakan yang ditimbulkan oleh topan dengan intensitas tinggi, hal tersebut merepresentasikan semakin tingginya ancaman bagi masyarakat dan fasilitas umum di areal terdampak.”
Studi tersebut dipublikasikan di Nature Geoscience bersamaan dengan keluarnya studi kelautan oleh International Union for the Conservation of Nature (IUCN).
Studi tersebut mengkonfirmasikan bahwa jumlah badai yang parah telah meningkat menjadi 25 hingga 30 persen untuk setiap derajat pemanasan global. Dan, sekali lagi, gas rumah kaca menjadi penyebab utama.
“Banyak panas dari aktivitas manusia sejak tahun 1970 telah diserap oleh lautan, yaitu sebesar 93 persen, yang menjadi penahan melawan perubahan iklim. Tapi, bukan tanpa implikasi,” kata Dan Laffoley, wakil ketua bidang kelautan dari World Commission on Protected Areas di IUCN dan merupakan salah satu penulis studi tersebut.
“Kami sangat terkejut dengan skala dan luasnya dampak pemanasan lautan terhadap ekosistem menjadi jelas melalui laporan ini,” ujarnya.
Studi IUCN dikompilasi oleh 80 peneliti dari 12 negara dan menitikberatkan kepada bukti ilmiah terkait dampak terhadap kehidupan laut — mulai dari mikroba hingga mamalia besar — yang terus akan meningkat secara signifikan meskipun manusia bisa mengurangi kontribusi bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global.
Para peneliti mengatakan bahwa pemanasan laut sudah mulai memengaruhi ekosistem dari kutub hingga ke katulistiwa, membuat plankton, ubur-ubur, burung laut dan kura-kura lebih dekat hingga 10 derajat garis lintang ke kutub.
Di Afrika Timur, pemanasan laut telah mengurangi jumlah ikan dengan menghancurkan karang yang menjadi tempat berkembang biak. Apabila manusia tetap mengeluarkan emisi karbon dioksida dengan laju saat ini, maka produksi ikan di kawasan Asia Tenggara akan turun hingga 30 persen pada tahun 2050 ketimbang produksi tahun 1970-2000.
Kedua studi tersebut saling mengkonfirmasi meskipun tidak ada hal yang baru. Para peneliti telah berulang kali mengingatkan badai tropis Pasifik dan badai Atlantik yang akan menjadi semakin merusak.
Pendaratan Badai
Peneliti atmosfer Now Wei Wei dan Profesor Shang-Ping Xie, dari Scripps Institution of Oceanography di California, mengatakan bahwa mereka meneliti kembali data untuk mengkonfirmasi pendaratan badai yang pertama, sekitar setengah dari total badai yang mencapai perairan, telah menunjukan peningkatan intensitas. Kedua, peningkatan suhu muka laut menjadi penyebabnya.
Penelitian IUCN juga merupakan studi ulang. Penelitian lainnya telah mengkonfirmasikan kaitan antara pemanasan laut dan perubahan iklim, dan antara pemanasan laut dan kehancuran ekosistem. Namun, untuk planet yang 70 persen terdiri dari lautan, tidak ada yang bisa memahami langsung konsekuensinya.
“Pemanasan laut merupakan tantangan tersembunyi yang terbesar untuk generasi ini — dan kita sama sekali tidak siap mengatasinya,” kata Inger Andersen, Direktur Jendral IUCN.
“Salah satu cara untuk mempertahankan keragaman hayati dari laut dan menjaga sumber daya yang diberikan untuk kita adalah dengan mengurangi gas rumah kaca secara cepat dan substansial.” – Climate News Network