LONDON, 11 November 2017 – Ketika suhu global meningkat secara perlahan tapi pasti, pemanasannya ternyata membantu memperpanjang racun untuk bisa bertahan dan membawa dampak pada kesehatan manusia. Ada jutaan anak dengan pertumbuhan yang tidak maksimal di dunia akibat buruknya penyimpanan makanan yang berujung pada tumbuhnya jamur yang memproduksi racun dan merusak kesehatan serta penyebab malnutrisi.
Sekitar 500 juta penduduk dari negara miskin di sub-Sahara Afrika, Asia dan Amerika Latin dipengaruhi oleh racun tersebut, yang dikenal dengan mycotoxins dan diproduksi oleh jamur yang tumbuh pada pangan dasar manusia, yaitu kacang-kacangan, tepung dan sereal lainnya.
Keracunan tersebut bisa sangat berbahaya di mana dalam beberapa kasus orang langsung meninggal dunia, namun secara normal racun tersebut pada dosis rendah menurunkan kadar nutrisi pada makanan dan menjadi penyebab kanker.
Pada negara yang lebih kaya, kontrol lebih ketat terkait penyimpanan makanan dan uji coba untuk mycotoxins dapat mengurangi masalah tersebut. Misalnya, Uni Eropa memiliki batas legislasi yang lebih ketat untuk bahan pangan mulai dari sereal hingga kacang-kacangan, buah kering, buah olahan, rempah-rempah, kopi dan kakao.
Warga termiskin terkena dampak
Namun, pada negara dengan pendapatan menengah hingga ke bawah, di mana kontrol tidak begitu ketat, maka komunitas penduduk termiskin akan mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi dengan jamur, menurut World Health Organisation.
Ada juga kekhawatiran terkait dengan perubahan iklim akan membuat keadaan menjadi lebih buruk. Negara dengan iklim ekstrim seperti India, yang sudah bermasalah, maka kondisi tersebut akan menjadi tempat subur bagi jamur.
Di antara para peneliti yang bekerja untuk menyelesaikan masalah tersebut adalahProfesor Naresh Magan, dari Cranfield University, UK. Ia mengatakan bahwa : “Dampak tidak hanya berhubungan dengan tekanan kekeringan dan naiknya suhu serta CO2 tapi sebuah gerakan dari serangga yang merusak dan membuat fungi mycotoxigenic mempengaruhi kondisi pangan dasar, contohnya tepung.
“Mycotoxins adalah masalah yang khusus karena mereka cenderung memiliki panas yang stabil dan apabila sudah terbentuk akan sulit disingkirkan. Memasak tidak akan menghancurkan mereka dan memprosesnya hanya akan meningkatkan kadar racun menjadi 25-40%.”
Tiga spesies jamur yang memproduksi mycotoxins adalah aspergillus, penicillium dan fusarium.
Menurut laporan dari salah satu dari Badan Kesehatan Dunia PBB, International Agency for Research on Cancer (IARC), masalah bermula saat di dalam janin ketika ibu mereka tidak mendapatkan asupan gizi, kurang vitamin dan suplemen mineral.
Hasilnya, sekitar 26 persen anak usia di bawah lima tahun mengalami kendala pertumbuhan dan 8 persen menjadi terlampau kurus untuk tinggi mereka.
“Tidak cukupnya tinggi dan berat dari lahir hingga usia lima tahun, akibat masa kecil kurang nutrisi, akan menempatkan anak pada risiko tinggi morbiditas dan mortalitas dari penyakit menular sama halnya dengan perkembangan mental, mengurangi kemampuan belajar di sekolah dan potensi rendah menjadi dewasa, dan dampak lainnya,” ungkap penelitian tersebut.
Hampir semua Afrika terpengaruh, namun masalah juga dihadapi oleh Asia selatan, negara Karibia dan kepulauan Pasifik seperti Indonesia dan Filipina.
Tingginya paparan
“Pada negara ini, penduduk termiskin yang terpapar racun alami seperti aflatoxins dan fumonisins [anggota dari mycotoxins], dalam kesehariannya, melalui makanan mereka. Paparan terjadi pada setiap tahapan kehidupan yang jauh dari standar yang ditetapkan oleh dunia internasional.”
“Hal ini berbeda dengan situasi pada negara maju, di mana penduduk dan pangan dilindungi oleh praktek pertanian yang baik, serta peraturan dan legislasi,” jelas para ahli.
Laporan ini merekomendasikan program pendidikan bagi petani dari negara berkembang untuk melenyapkan fungi yang menjadi biang masalah. Serangkaian pencegahan kini sedang diujicobakan.
Dr Christopher Wild, direktur IARC, mengatakan bahwa: “Dampak kesehatan dari mycotoxins pada makanan terlalu lama tidak dihiraukan. Kami mempunyai alat untuk membuat perubahan: saatnya kini untuk menghadirkan niatan politik.” – Climate News Network