Pemantauan Ozon Permukaan Di Indonesia
BMKG melakukan pemantauan ozon berdasarkan mandat UU No.31 Tahun 2009 Pasal 10 Ayat 3 tentang pengamatan kualitas udara yang salah satunya adalah ozon. Pemantauan ozon permukaan dilakukan di Stasiun Kemayoran, Jakarta dan di Bukit Tinggi Kototabang.
Dodo mengatakan hasil pemantauan menunjukkan (Gambar 2) ozon permukaan di Kemayoran (Jakarta) lebih tinggi dibanding Bukit Tinggi Koto Tabang tetapi keduanya masih dibawah Nilai Baku Mutu (NBM) ozon sebesar 120 ppb. Artinya, kondisi ozon permukaan di lokasi tersebut aman bagi manusia dan lingkungan.
Untuk konsentrasi ozon permukaan harian (Gambar 3) mencapai puncaknya pukul ±12.00 WIB. Konsentrasi yang tinggi ini akibat reaksi radiasi panas matahari dengan gas polutan nitrogen oksida (NOx) yang membentuk ozon.
“Ozon permukaan ini harus diwaspadai karena terkait langsung dengan kesehatan manusia. Ozon menjadi gas beracun apabila berada dekat permukaan tanah serta sangat berbahaya bila terhisap dan dapat merusak paru-paru,” kata Dodo.
Sementara itu, menurut peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer – LAPAN, Ninong Komala mengatakan lubang ozon biasanya hanya mempengaruhi Antartika secara langsung, dimana Antartika bukan negara tetapi benua. Namun, lubang ozon telah muncul di daerah-daerah seperti Selandia Baru, Australia, ujung selatan Amerika Selatan (yang meliputi Argentina dan Chili) dan Kepulauan Falkland (wilayah Inggris) untuk periode waktu singkat. Di Indonesia tidak ada lubang ozon.
Apakah Pemanasan Global Memicu Lubang Ozon?
Ninong mengatakan lubang ozon dan pemanasan global bukanlah hal yang sama, dan tidak pula merupakan penyebab utama yang lain. Ada beberapa koneksi antara kedua fenomena tersebut. Sebagai contoh, CFC yang menghancurkan ozon juga merupakan gas rumah kaca yang kuat, meskipun CFC berada dalam konsentrasi kecil di atmosfer.
“Lubang ozon itu sendiri memiliki efek pendinginan yang kecil (sekitar 2 persen dari efek pemanasan gas rumah kaca) karena ozon di stratosfer menyerap panas yang dipancarkan ke angkasa oleh gas di lapisan bawah atmosfer Bumi (troposfer atas). Hilangnya ozon berarti sedikit lebih banyak panas yang bisa lolos ke ruang angkasa dari wilayah itu,” jelas Ninong.
Lebih lanjut, Ninong mengatakan pemanasan global juga diperkirakan berdampak kecil pada lubang ozon di Antartika. Sementara, gas rumah kaca menyerap panas pada ketinggian yang relatif rendah dan menghangatkan permukaan. Di dekat Kutub Selatan, pendinginan stratosfer ini menghasilkan peningkatan awan stratosfer kutub, meningkatkan efisiensi pelepasan klorin ke dalam bentuk reaktif yang dapat dengan cepat merusak ozon.