Jakarta (Greeners) – Pemimpin Gereja Katolik Dunia dan Kepala Negara Vatikan, Paus Fransiskus menyampaikan pesan penting mengenai kekayaan sumber daya alam Indonesia. Ia mengingatkan bahwa kekayaan, termasuk emas, tidak seharusnya menjadi alasan untuk bertikai. Sebaliknya, harus diselaraskan dalam semangat kerukunan dan saling menghormati, serta tidak menyia-nyiakan anugerah tersebut.
“Jika benar kalian adalah tuan rumah tambang emas terbesar di dunia, ketahuilah bahwa harta yang paling berharga adalah kemauan agar perbedaan tidak menjadi alasan untuk bertikai,” ujar Paus Fransiskus di kawasan Masjid Istiqlal Jakarta, Kamis (5/9).
Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan mosaik budaya, suku bangsa, adat istiadat, dan keberagaman yang sangat kaya. Keanekaragaman ini juga tercermin dalam ekosistem dan lingkungan sekitarnya.
BACA JUGA: Hari Lingkungan Hidup Ingatkan Bumi Hanya Satu, Jaga atau Binasa!
Menurut catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia memiliki tambang emas seluas 1.181.071,52 hektare. Luas tambang emas tersebut tersebar di 25 provinsi. Pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 117,5 ton emas, menempatkan negara ini sebagai penghasil emas terbesar nomor 9 di dunia.
Paus Fransiskus menekankan pentingnya tidak memiskinkan diri dari kekayaan besar ini. Sebaliknya, kekayaan tersebut harus dikembangkan dan diwariskan, terutama kepada generasi muda. Ia berharap tidak ada yang terjerumus dalam pesona fundamentalisme dan kekerasan.
“Semoga semua orang justru terpesona oleh impian sebuah masyarakat dan kemanusiaan yang bebas bersaudara dan damai,” ucapnya.
Pesan Perdamaian dan Toleransi
Presiden Joko Widodo dan Paus Fransiskus juga menyampaikan pesan mendalam mengenai toleransi, keberagaman, dan perdamaian dunia dalam kunjungan kenegaraan bersejarah Paus Fransiskus ke Indonesia pada Rabu, 4 September 2024.
Kedua pemimpin menekankan pentingnya menjadikan perbedaan sebagai kekuatan dalam memperkuat persatuan, dan perlunya menyuarakan perdamaian di tengah meningkatnya konflik global.
Dalam pidatonya di Istana Negara, Presiden Jokowi menyoroti pentingnya menjaga harmoni di Indonesia, negara yang memiliki lebih dari 714 suku dan 17.000 pulau. Ia menggarisbawahi peran vital Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika dalam menjaga kohesi sosial di Indonesia yang majemuk.
BACA JUGA: Rembuk Nasional Tokoh Agama untuk Perubahan Iklim
“Perbedaan adalah anugerah dan toleransi adalah pupuk bagi persatuan dan perdamaian,” tegas Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga memuji Vatikan atas dukungan kuatnya terhadap perjuangan rakyat Palestina melalui seruan perdamaian dan solusi dua negara. Menurutnya, konflik global, termasuk di Palestina, memerlukan solusi berbasis keadilan dan kemanusiaan.
“Indonesia mengapresiasi, sangat menghargai sikap Vatikan yang terus menyuarakan, menyerukan perdamaian di Palestina dan mendukung two-states solution. Karena, perang tidak akan menguntungkan siapa pun. Perang hanya akan membawa penderitaan dan kesengsaraan masyarakat kecil,” ujar Presiden Jokowi.
Kekaguman Paus Fransiskus
Dalam sambutannya, Paus Fransiskus menyatakan kekagumannya terhadap Indonesia sebagai negara yang mampu menjaga persatuan dalam keberagaman. Ia memuji semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang mencerminkan bagaimana perbedaan-perbedaan di Indonesia tidak menjadi pemecah belah, melainkan kekuatan yang menyatukan.
“Sebagaimana samudera unsur alami yang menyatukan semua kepulauan di Indonesia. Demikian pun sikap saling menghargai terhadap kekhasan karakteristik budaya, etnik, bahasa, dan agama dari semua kelompok yang ada di Indonesia. Ini adalah kerangka yang tak tergantikan dan menyatukan yang membuat Indonesia sebagai sebuah bangsa yang bersatu dan bangga,” ungkap Paus Fransiskus.
Sejalan dengan tema kunjungan apostolik Paus Fransiskus, yakni “Iman, Persaudaraan, dan Bela Rasa,” kunjungan ini juga menegaskan komitmen kedua pemimpin untuk menyebarkan pesan toleransi di tengah meningkatnya gejolak global, konflik, dan ketegangan antarnegara.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia