LONDON, 16 Mei 2017 – Sebuah kerjasama para ilmuwan internasional berhasil menemukan lahan hutan yang jauh lebih besar daripada luasan Uni Eropa.
Mereka telah meneliti hutan lahan kering di seluruh negara, yang mencakup sekitar 40 persen luasan terestrial di planet ini, serta menghitung pohon-pohon yang ada. Berdasarkan perkiraan terbaru, luasan hutan global bertambah hingga 9 persen, hutan lahan kering meningkat hingga 40 persen bahkan mungkin 47 persen.
Para ilmuwan melaporkan dalam jurnal Science bahwa temuan tersebut berkaitan dengan bertambahnya 467 juta hektar luasan hutan yang tidak pernah dilaporkan atau dihitung sebelumnya. Luasan 4,67 juta kilometer persegi tersebut sama dengan luas India dan lebih besar dari luasan 28 negara anggota Uni Eropa.
Angka baru tersebut dihasilkan dari data satelit dan penelitian terhadap 213.795 setengah hektar plot yang terdapat di bumi. Monitor satelit dapat dengan mudah mengidentifikasikan hutan hujan atau pohon jarum dan hutan birch di utara, namun lebih sulit melihat plot yang lebih kecil di rerumputan.
Diklasifikasikan sebagai hutan
Para peneliti yang dipimpin oleh periset dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian di Roma, yakin bahwa 1.327 juta hektar lahan kering mencakup lebih dari 10 persen luasan pohon pada tahun 2015, dan 1.079 juta hektar dapat diklasifikasikan sebagai hutan.
Perkiraan terbaru tersebut menjadi penting untuk dua alasan. Pertama, menyediakan substansi statistik dan mengurangi ketidakpastian bagi para pakar iklim yang harus berpikir tentang penyerap dan pemasok karbon dalam hubungannya dengan apa yang terjadi dengan karbon atmosferik di dunia yang makin menghangat dengan cepat ini.
Namun, data terbaru juga berpengaruh kuat bagi pakar konservasi yang memperhatikan kelestarian habitat bagi alam di dunia yang, pada satu masa, populasi manusia telah meningkat tiga kali lipat dan akan mencapai 9 juta pada pertengahan abad.
Hutan-hutan di dunia, secara esensi, menyerap karbon dioksida yang dilepaskan oleh manusia saat mereka membakar bahan bakar fosil untuk mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim.
Lebih lanjut, fotosintesis merupakan sumber oksigen dunia dan juga sumber makanan dan bahan pakaian, dan hutan tidak hanya menyediakan perlindungan dan habitat bagi berbagai jenis spesies namun juga mengatur aliran air ke seluruh dunia.
Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk mengetahui tidak hanya soal hutan tapi juga populasi pohon di planet Bumi.
Salah satu grup peneliti memperkirakan bahwa 3 triliun pohon akan tumbuh di planet Bumi pada tahun 2015, namun manusia menebang, membakar, hingga menghancurkan pada skala 15 miliar per tahun.
Grup lain melakukan survei terhadap 650.000 pohon di seluruh dunia dan sampai kepada kesimpulan yang kontras bahwa untuk bujet karbon, pohon-pohon yang besar dan tua jauh lebih berharga ketimbang yang masih muda. Dengan demikian hutan-hutan yang tua lebih penting ketimbang perkebunan, bukan hanya habitat namun sebagai pertolongan untuk kemanusiaan. Tim ketiga menghitung cara hutan bisa mengatur suhu regional, setidak di bagian utara.
Baru tahun ini, para peneliti dari Botanic Gardens Conservation International (BGCI) mempublikasikan perhitungan untuk spesies pohon di seluruh dunia, yang baru diketahui sebanyak 60.065 spesies dari seluruh penjuru dunia kecuali benua Antartika.
Penelitian terbaru memperluas pengetahuan tentang pohon-pohon tapi juga memperlihatkan adanya permasalahan pada definisi, jelas Paul Smit, sekretaris jendral BGCI. Persoalan berikutnya terkait dengan satelit yang bisa digunakan untuk bisa melihat tipe tertentu dari tutupan pohon.
Smith mengatakan kepada Climate News Network: “Definisi lebih luas di Afrika adalah pohon yang berdiri setidaknya sepuluh meter dengan ujungnya saling berkaitan”. Definisi fisiognomik ini juga diaplikasikan untuk hutan lahan kering atau hutan hujan.
“Masalahnya adalah ada tipe vegetasi lahan kering yang terlihat sama dari udara dengan hutan lahan kering, seperti belukar [semak belukar dan alang-alang yang biasanya 3-7 meter] atau semak belukar [semak-semak terbuka atau tertutup dengan tinggi hingga 2 meter].
“Tentu saja, bukan hanya hutan yang bisa menyerap karbon – vegetasi alami dalam berbagai bentuk memiliki peran yang penting. Hal ini menjadi alasan lain untuk melestarikannya!”
Lahan kering kini menjadi rumah bagi 38 persen populasi manusia di planet Bumi. Parahnya, perubahan iklim dapat memperbanyak areal kering, dan pada tahun 2100 setidaknya setengah dari areal terestrial di Bumi akan diklasifikasikan sebagai lahan kering, yaitu dataran dengan curah hujan diseimbangkan oleh penguapan dan transpirasi.
Karena, berdasarkan definisi, pertanian di daerah gersang sangat genting dan peternakan pastoral dapat mendegradasi lahan, negara termiskin akan semakin terkena dampak perubahan iklim.
Kanopi hijau
Secara paradoks, berdasarkan studi lainnya, pohon-pohon tersebut yang membentuk dataran California terus-menerus menghilang. Kanopi hujan semakin menghilang akibat pemilik rumah yang menebang pohon-pohon untuk membangun kamar, demikian dilaporkan oleh para peneliti dalam jurnal Urban Forestry and Urban Greening. Dan, penebangan ini mengakibatkan hilangnya tutupan hutan urban di Los Angeles sebesar 20 hingga 55 persen.
Hal yang menjadi paradoks bukan hanya tutupan pohon di kota-kota California membantu penurunan biaya pendingin ruangan tapi juga menambah nilai kepada properti, jelas penelitian terpisah yang diterbitkan dalam jurnal yang sama.
Pada beberapa bagian di California, hutan lahan kering dianggap sebagai kemudahan, namun di beberapa belahan dunia lain, seperti Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Selatan, terpisahnya tegakan pohon tidak dipertimbangkan sebagai pemberi keteduhan, perlindungan, dan penyambung hidup bagi spesies liar, sumber daya bagi manusia dan membantu mencegah erosi angin serta menstabilkan kehilangan lahan saat musim kemarau.
Penelitian terbaru tersebut, menurut para peneliti, memberikan kesempatan untuk berpikir terkait dengan pendekatan baru untuk memerangi perubahan iklim, menahan meningkatnya daerah gurun dan saat yang sama mendukung jasa keanekaragaman hayati dan ekosistem, yang pada akhirnya, berpengaruh terhadap kelangsungan hidup manusia. – Climate News Network