Bumi Pertiwi dengan segala keanekaragaman hayatinya menyimpan miliaran potensi untuk pembangunan bangsa. Sayangnya, tidak semua potensi kehati dapat terserap, salah satunya potensi pemanfaatan flora di Tanah Air. Pakar menyorot kurangnya pengetahuan awam tentang puspa, ketidakfokusan pemerintah, serta ketidakbersatuan semua pemangku kepentingan sebagai kendala dalam memetik buah dari potensi alam ini.
Jakarta (Greeners) – Pakar tanaman yang juga Ketua Komite Tetap Hortikultura, Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia, Karen Tambayong, menekankan Indonesia perlu menjadikan tanaman sebagai salah satu kekuatan nasional. Pasalnya, Indonesia kaya akan keanekaragaman flora. Bahkan, di antaranya masih banyak juga spesies yang belum terdata. Belum lagi, lanjutnya, mengingat beragam manfaat yang bisa masyarakat dapatkan dari tanaman. Mulai dari kesehatan, kuliner, bahkan ekonomi.
Hanya saja, lanjut Karen, pemanfaatan kekayaan flora Tanah Air belum maksimal. Berdasarkan data Trademap terkait perdagangan tanaman global, Indonesia menempati posisi 51 dengan rincian pendapatan 17,761 dolar. Jumlah ini baru 0,1 persen dari total seluruh perdagangan global. Untuk proses budi daya, lanjut dia, Indonesia masih mengalami kekurangan dari sisi penelitian dan pengembangan maupun kuantitas dari pihak yang membudidayakan tanaman.
“Indonesia punya semua (tanaman), tapi tidak fokus. Padahal keunggulan kita di tanaman tropis yang masih ada di hutan-hutan,” jelas Karen dalam webinar Greeners bertajuk Mengenal Potensi Pemanfaatan Flora Indonesia, Selasa (24/11/2020).
Pakar: Indonesia Tidak Fokus Menggarap Potensi Flora dalam Negeri
Karen pun berharap Indonesia bisa mengikuti langkah negara lain. Dia mencontohkan Australia yang memiliki grand design produksi tanaman lokal. Untuk melakukan hal serupa di Indonesia, lanjutnya, perlu partisipasi semua pihak seperti pemerintah, pengusaha, peneliti, dan masyarakat untuk mengembangkan potensi flora Indonesia lebih berkelanjutan.
“Kita kurang giat dan kurang bersatu. Semua pihak, pemerintah aktivis pelaku usaha duduk satu meja, memetakan keunggulan kita dan membuat strategi-strategi kita dan apa yang harus dioptimalkan,” ucapnya.
Lebih jauh, Karen juga meyoroti etika dan tata tertib dalam memanfaatkan potensi puspa Tanah Air. Sesuai dengan beragam regulasi di Indonesia, lanjutnya, pemanfaatan tanaman harus berasal dari proses budi daya. Adapun proses pengambilan tanaman dari alam hanya boleh mengambil tanaman induknya. Pasalnya, jika seluruh tanaman diambil dapat mengancam habitat tanamannya. Sementara proses budi daya dapat jauh lebih bermanfaat dan menguntungkan.
“Siapa bilang boleh ambil (tanaman) di hutan? Kita mengambil, budidayakan dengan teknologi. Dari satu tanaman bisa hasilkan seribu, dua ribu, bahkan satu juta. Itu dilakukan orang asing di luar. Sedangkan kita memble saja. Sudah habis, tidak bisa jualan,” ujar Karen.
Kecintaan Terhadap Tanaman Harus Terus Dijaga
Pada kesempatan yang sama, Pendiri Kebun Tanaman Obat Sari Alam, Oday Kodariyah mengatakan semua pemangku kepentingan di Indonesia harus lebih memerhatikan tanaman. Menurutnya, kecintaan terhadap tanaman harus dijaga sebagai bagian dari pelestarian tanaman juga kearifan lokal nenek moyang. Mengingat banyak manfaat yang bisa diambil dari proses pelestarian tanaman.
Peraih Penghargaan Kalpataru pada 2018 tersebut terus berupaya mengedukasi masyarakat terutama para generasi muda sebagai generasi penerus bangsa. Menurutnya, tantangan generasi muda saat ini yaitu kurang terhubung dengan alam. Sehingga potensi-potensi alam termasuk tanaman belum termaksimalkan dengan baik oleh mereka.
“Sudahkah kita bangga terhadap keanekaragaman hayati di Indonesia? Nenek moyang kita justru melakukan itu tanpa diperintah siapa pun. Mereka bersinergi dengan alam” ujarnya.
Baca juga: Kesenjangan Anggaran Ribuan Triliun, Sendat Implementasi SDGs
Pakar Prihatin Generasi Muda Tidak Mengenal Keanekaragaman Hayati Bumi Pertiwi
Oday juga menyatakan ketidaksetujuannya untuk mengekspor tanaman Bumi Pertiwi sebelum warga Indonesia terlebih dahulu mengenal tanaman tersebut. Dia lantas bercerita tentang pengalamannya mengajarkan tentang tanaman kepada sembilan ratus murid Sekolah Menengah Pertama (SMP). Oday mengatakan keprihatinannya melihat anak muda yang tidak tahu banyak mengenai keanekaragaman hayati Bumi Pertiwi.
“Sekian banyak mereka tidak tahu pohon kunyit, pohon kencur. Segala yang mereka makan itu mereka tidak tahu. Tapi ini justru tantangan, saya harus mampu menyampaikan kepada anak-anak milenial bahwa betapa pentingnya mengetahui keanekaragaman hayati ini,” tuturnya.
Saat ini, dari sembilan ratus murid SMP yang mengikuti pelajaran tentang tanaman obat kala itu sudah ada dua puluh siswa yang menjadi Duta Tanaman Obat.
“Berat tapi kita tentu bisa melakukannya. Mereka tergilas zaman, karena keluarganya pun tidak ada yang beri tahu. Kita berjuang semampu mungkin untuk menyampaikan dengan ikhlas,” pungkas Oday.
Penulis: Muhammad Marup
Editor: Ixora Devi