Jakarta (Greeners) – Produk bioteknologi pertanian yang menggunakan teknik modern, seperti benih produk rekayasan genetika (PRG) atau hasil penyuntingan gen (genome editing) telah membantu para petani kecil. Produk yang peneliti kembangkan tersebut bertujuan untuk meminimalisasi potensi kehilangan hasil panen para petani.
Guru Besar Mikrobiologi dan Bioteknologi Molekuler Institut Pertanian Bogor (IPB), Antonius Suwanto mengatakan, penggunaan benih bioteknologi sangat berpihak pada petani. Menurutnya, tanaman dari produk bioteknologi ini akan mempunyai sifat-sifat yang lebih unggul.
BACA JUGA: IPB dan Universitas Jepang Ajak Masyarakat Peka Lingkungan
“Seperti lebih adaptif terhadap perubahan cuaca ekstrem ataupun memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap hama dan penyakit jika dibandingkan dengan benih konvensional atau non PRG,” ungkap Anton dalam acara Kelas Jurnalis “Adopsi Bioteknologi untuk Transformasi Pertanian Indonesia” di Jakarta, Jumat (2/2).
Antonius yang sekaligus sebagai Tim Teknis Keamanan Hayati KLHK menambahkan, petani akan sulit bertahan menghadapi perubahan iklim kalau mengandalkan benih konvensional saja. Bahkan, petani juga sulit menghadapi Organisme Penganggu Tumbuhan (OPT) yang akan selalu ada. Hal inilah yang akan menyebabkan penurunan hasil panen dari petani.
“Tentu saja pengelolaan (bioteknologi) di lapang selalu memperhatikan aspek ekologis dan sustainability,” jelasnya.
Adopsi Benih Bioteknologi Tingkatkan Pendapatan Petani
Sementara itu, Anton turut membagikan temuan J. GM Crops & Food, yang menyatakan bahwa adopsi benih bioteknologi ke pertanian dunia, terbukti meningkatkan pendapatan petani secara signifikan. Pada tahun 2020, peningkatan pendapatan petani global mencapai USD 18,8 miliar.
“Nilai pendapatan petani di negara berkembang naik 52%, petani di negara maju naik 48%. Naiknya pendapatan itu berasal dari peningkatan produksi dan penghematan biaya seperti input pertanian (agricultural input) dan biaya operasional lain,” ujar Anton.
BACA JUGA: Menteri LHK: Tak Ada Ampun Bagi Perusahaan Penyebab Karhutla
Sebagai gambaran, benih bioteknologi membantu petani melindungi 23,4 juta hektar habitat alami. Hal itu setara seperti luas Vietnam dan Filipina. Bahkan, teknologi ini telah mengurangi emisi gas rumah kaca dengan jumlah yang setara seperti mengurangi 15,6 juta mobil di jalan.
“Bisa kita bayangkan keuntungannya jika masyarakat kita lebih terbuka terhadap inovasi teknologi dan tidak mudah termakan mitos yang beredar,” kata Anton.
Petani Milenial Minat Mengakses Benih Bioteknologi
Duta Petani Milenial Sandi Octa Susila menyebut ada minat tinggi dari para petani milenial untuk segera mendapatkan akses ke benih bioteknologi. Bahkan, mereka menantikan untuk bisa membeli benih bioteknologi.
“Jadi, ini bukan soal penolakan atau kekhawatiran akan mitos-mitos benih bioteknologi atau PRG. Sebaliknya, justru dinantikan kapan benih bioteknologi ini bisa dijual luas. Petani yang sudah punya akses ke benih bioteknologi seperti padi biofortifikasi (Padi Inpari IR Nutrizinc). Bahkan, tebu yang tahan di wilayah kering (Tebu N11 4T) juga mengakui memang secara produk lebih besar, kuat, dan gagal panen bisa ditekan,” imbuh Sandi.
Sandi berharap agar pemerintah bisa mendukung terus pengembangan benih bioteknologi dan komersialisasi di pasaran. Dengan demikian, para petani bisa ikut merasakan dampak positif seperti di negara lain.
Penulis: Dini Jembar Wardani
Editor: Indiana Malia