Jakarta (Greeners) – Tim Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan timbunan limbah bahan berbahaya beracun (B3). Temuan tersebut berada di kawasan izin pemanfaatan hutan perhutanan sosial (IPHPS) di Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Meskipun tim Gakkum KLHK sudah bergerak dan menangkap tersangka, lahan yang tercemar B3 itu hasil dipulihkan.
Pakar sampah dari Institut Teknologi Bandung Enri Damanhuri menilai, pemulihan lahan bekas timbunan limbah B3 ilegal tersebut melalui proses remediasi. Tujuannya agar kondisi lahan yang tercemar dapat kembali seperti semula. Selain itu untuk mencegah dampak pencemaran yang polutan timbulkan.
“Jangan sampai ditinggal begitu saja, proses remediasi sangat penting untuk memulihkan kondisi awal lahan,” katanya kepada Greeners di Jakarta, Senin (1/8).
Ia mengingatkan, potensi dan ancaman bahaya B3. Oleh sebab itu, pengelolaan limbah B3 harus lebih ketat daripada sampah. Limbah B3 tambahnya, berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan.
“Oleh karenanya tak boleh dikelola sembarangan kecuali yang telah memiliki izin khusus,” ucapnya.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu juga Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.
Dalam kasus tersebut, Enri menilai limbah ilegal bisa berasal dari berbagai pihak, baik penghasil limbah, pengumpul, pengangkut dan pengolah.
Masyarakat Laporkan Lokasi Limbah B3 Ilegal
Kepala Balai Gakkum Wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabalnusra) KLHK Taqqiudin menyebut, gerak cepat aparat ini berawal dari pengaduan masyarakat adanya aktivitas pengelolaan limbah B3 ilegal di titik tersebut.
Tim langsung menindak ke TKP, di kawasan perhutanan sosial di Kabupaten Karawang tersebut. Tim mendapat informasi pengelolaan limbah B3 di kawasan tersebut telah berlangsung selama lima tahun.
“Hasil verifikasi, Tim PPLH Balai Gakkum menemukan timbunan limbah B3 berupa sludge IPAL,” katanya dalam konferensi pers, baru-baru ini.
Selain itu, tim juga menemukan barang bukti lainnya seperti peralatan medis, botol bahan kimia, limbah elektronik (cartridge printer), kain majun. Terdapat juga filter oli bekas, kemasan dan obat kedaluwarsa, cetakan print sablon, serta filter bekas dari fasilitas pengendalian pencemaran udara.
Selanjutnya Tim PPLH Balai Gakkum segera melaporkan kejadian tersebut kepada penyidik Balai Gakkum Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara untuk dapat dilakukan proses penyidikannya.
Dari temuan tersebut, tim menetapkan tersangka MU yang mereka duga melakukan pembuang limbah tanpa izin ke dalam kawasan perhutanan sosial.
Bakal Terjerat Pasal Berlapis
Dirjen Gakkum KLHK, Rasio Ridho Sani menyebut, tersangka bakal terjerat pasal berlapis untuk menimbulkan efek jera. Hukuman tersangka lebih berat karena melanggar lebih dari satu undang-undang. Saat ini MU, aparat tahan di Rumah Tahanan Kelas IA Salemba, Jakarta Pusat.
Pasal yang bakal menjerat MU yakni Pasal 98 Ayat 1 dan/atau Pasal 104 Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. MU terancam pidana penjara maksimum 10 tahun serta denda maksimum Rp 10 miliar.
Selain itu, Pasal 50 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang RI No 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang sudah berubah dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Jo. Pasal 78 Ayat 2 Huruf a dengan ancaman pidana penjara maksimum 10 tahun serta denda maksimum Rp 7,5 miliar.
Tidak menutup kemungkinan jika ada tindak pidana yang lainnya, maka penyidik akan berkoordinasi dengan jajaran pihak terkait.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin