Jakarta (Greeners) – Merunut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) P.106/2018, Kementerian LHK membuka kesempatan usulan tertulis terkait jenis satwa dan tanaman yang perlu dilindungi. Usulan diterima dari 28 September 2020 hingga 9 Okt 2020. Melihat peluang ini, berbagai praktisi konservasi satwa dan tanaman menyampaikan usulan mereka. Salah satunya pakar burung yang menggaungkan perlindungan burung bermigrasi di Indonesia.
“Ada dua hal yang penting. yaitu (1) menetapkan kawasan-kawasan tertentu untk perlindungan; dan (2) menetapkan daftar list satwa maupun tumbuhan yang dilindungi,” ujar Kepala Sub-Direktorat Pengawetan Jenis Konservasi Keanekaragaman Hayati KLHK Sri Mulyani dalam webinar, “Diskusi Burung Migrasi Indonesia Seri 3: Status Perlindungan Burung Bermigrasi di Indonesia,” pada Rabu (07/10/2020).
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Yayasan Lahan Basah (Wetlands) Indonesia Ragil Satriyo menyuarakan kekhawatirannya mengenai burung bermigrasi. Dari hasil pantauan Ragil, burung bermigrasi menghadapi ancaman perburuan. Tentu saja, lanjutnya, perburuan membuat populasinya menurun, walaupun secara tren populasinya banyak. Perlindungan burung bermigrasi dia nilai penting karena burung bermigrasi berperan dalam indikator kualitas lingkungan.
“Memang secara riset publikasi itu belum terlalu banyak. Tapi, fakta di lapangan dilaporkan banyak perburuan burung. Bisa melalui berbagai cara, seperti tembak, senapan, begitu juga dengan jaring. Karena memang burung-burung ini kan akan berkumpul dalam jumlah yang besar,” tutur Ragil saat diwawancara Greeners, Kamis (08/10/2020).
Baca juga: Pakar Desak Pemerintah Gunakan Metodologi Baru dalam Restorasi Alam
Status Merah Burung Bermigrasi
Dalam webinar, dibahas pula jenis burung yang diusulkan dalam status perlindungan, yakni Kedidi Paruh Sendok (Calidris pygmae) dan Kedidi Besar (Calidris tenuirostris).
“Pertama, kedidi paruh sendok atau Calidris pygmaea, spoon-billed sandpaper. Statusnya secara global itu adalah critically endangered. Kurang endangered bagaimana? Di Indonesia hanya ada 1 ekor yang pernah ditemukan. Jadi udah super critically endangered. Sejauh ini hanya ada satu, jadi justifikasi perlindungan itu sudah diperoleh. Yang kedua adalah kedidi besar Calidris tenuirostris, great knot. Itu statusnya adalah endangered di seluruh dunia,” tutur Yus Rusila Noor dari Yayasan Lahan Basah (Wetlands) Indonesia.
Menggema Yus, Imam Taufiqurrahman dari Atlas Burung dan Burungnesia mencatat penurunan tajam spesies Calidris tenuirostris.
“Dalam beberapa tahun terakhir, tren populasinya menurun secara global. Secara global akhirnya jenis ini dimasukkan sebagai jenis terancam punah, kategori endangered. Di Burungnesia itu ada 29 catatan dengan jumlah yang terbesar hanya 200,” ujar Yus.
Baca juga: Pakar: UU Cipta Kerja Lemahkan Upaya Perlindungan Lingkungan Hidup
Kendala Perlindungan Burung Bermigrasi
Sementara itu, dalam menetapkan status perlindungan satwa dan tanaman, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Mohammad Irham dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang Zoologi menjelaskan dasar hukum utama dalam penetapan status perlindungan satwa adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 tahun 1999 Bab 3. Beberapa kriteria dalam PP itu antara lain populasi kecil; kemudian penurunan yang tajam pada jumlah individu di alam; dan daerah penyebaran yang terbatas sehingga secara umum.
“Proses kajian ilmiah untuk status perlindungan itu berdasarkan kepada status populasi di alam dan daerah sebaran. Jadi ini yang nanti menjadi pokok pegangan kita dalam diskusi selanjutnya dalam mengusulkan jenis-jenis burung bermigrasi yang akan dinaikkan statusnya menjadi status lindungan,” tutur Irham dalam acara yang sama.
Walaupun instrumen hukumnya sudah jelas, tetap saja dalam penerapannya, ada beberapa hal yang menjadi halangan. Chairunas Adha Putra dari Yayasan Warisan Hidup Sumatra (WHiS) mengungkapkan Indonesia belum memiliki data yang cukup untuk melihat kasus perburuan burung bermigrasi, khususnya dalam melihat skala besarannya perburuan dan jumlahnya pertahun diburu.
Menambahkan Chairunas, Imam menjelaskan burung bermigrasi masuk dalam kategori vagrant. Burung yang masuk kategori ini berarti jenis pengembara yang sangat jarang tercatat. Menurut Imam, hal ini dikarenakan Indonesia bukanlah jalur migrasi yang utama si burung. Nasib jenis vagrant inilah, lanjutnya, yang kemudian menjadi pertanyaan status perlindungannya.
Perlindungan terhadap burung bermigrasi ini tak hanya berhenti di status perlindungan secara undang-undang. Irham mengatakan, aksi konservasi merupakan salah satu elemen yang menetukan.
“Dan tentu saja ini harus kesepakatan dan dukungan dari semua pihak, baik dari aparat keamanan kemudian juga dari masyarakat yang memanfaatkan, kemudian dari akademisi yang melakukan penelitian dan riset dan tentu saja dari konservasi burung di Indonesia,” lanjut Irham.
Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari
Editor: Ixora Devi