Jakarta (Greeners) – Kejadian banjir rob Semarang harus meningkatkan kewaspadaan akan potensi banjir serupa di masa mendatang. Pakar memperkirakan adanya potensi banjir rob lebih parah di tahun 2034. Hal ini terjadi karena faktor kenaikan air laut, pemanasan global dan siklus nodal pada tahun 2034 nanti.
Peneliti Utama Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaludin mengatakan, banjir rob tak hanya terjadi di Indonesia. Tapi telah menjadi bencana global. Utamanya, pada wilayah-wilayah landai.
Berdasarkan penelitian dari Badan Antariksa dan Penerbangan Amerika Serikat, NASA, prediksi banjir rob akan lebih parah menyusul siklus nodal bulan pada tahun 2034 nanti.
“Siklus ini (nodal bulan) akan meningkatkan banjir pasang. Oleh karenanya perlu diwaspadai untuk pantai-pantai di Pantura yang lebih landai permukaannya,” katanya dalam Webinar Lesson Learned: Banjir Rob di Musim Kemarau di Jakarta, Kamis (3/6).
Siklus nodal bulan terjadi 18,6 tahunan dan berdampak pada miringnya posisi bulan yakni lima derajat dari posisi biasanya. Kondisi ini pula yang menyebabkan posisi bulan dekat dengan ekuator. Kondisi inilah yang menyebabkan pasang maksimum dan bahkan lebih parah dibanding pasang pada biasanya.
Selain prediksi tersebut, banjir rob akan semakin parah jika ditambah oleh tingginya permukaan air laut imbas pemanasan global dengan mencairnya es di kutub.
Thomas mendorong masyarakat dan pemerintah untuk melakukan mitigasi, merespons potensi tersebut.
“Mitigasi jangka panjang perlu untuk mengantisipasi pemanasan global dan penurunan tanah wilayah pantai. Kondisi ini berpotensi makin sering banjir rob dan makin tinggi genangannya,” tuturnya.
Belajar dari Pengalaman Banjir Rob Semarang
Banjir rob melanda pesisir Kota Semarang, Jawa Tengah Senin (23/5). Banjir mencapai ketinggian dua meter dan meluas ke beberapa daerah di sekitarnya seperti Demak. Thomas memastikan banjir tersebut tak hanya dapat pangaruh faktor astronomis, seperti fase bulan purnama, bulan baru hingga perigee.
Senada dengan itu, Peneliti Madya PRIM BRIN Erma Yulihastin menyatakan, banjir rob di Semarang dapat pengaruh dari badai di Laut Jawa (strom surge). Hujan deras serta angin kencang terjadi dengan intensitas tinggi di Laut Jawa bagian utara sejak 19-22 Mei 2022.
“Itu artinya ada indikasi badai yang terkonsentrasi hanya di tengah. Itulah kenapa di daerah Jawa Timur dan Jawa Barat tak terkena (banjir rob),” ungkapnya.
Menurutnya fenomena atmospheric river (AR) biasa terjadi di wilayah ekstratropis dimana menghubungkan antara atmosfer di atas laut dan darat. Aliran ini berangkat dari laut menuju darat dan dapat memicu kejadian ekstrem berupa hujan deras.
“Itulah kenapa badai akibat hujan deras ini tak dapat kita rasakan karena ada di laut,” imbuhnya.
Dua AR tersebut juga dihubungkan gelombang atmosfer Boreal Summer Intra-Seasonal Oscillation (BSISO) yang sedang aktif di India dan Teluk Benggala. Kemudian, terpecah menjadi dua yaitu untuk AR Utara menuju Teluk Benggala dan Laut Tiongkok Selatan. Sementara untuk AR Laut Tiongkok Selatan menuju ke AR Australia melintasi Laut Jawa.
Sementara itu Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan BRIN Widodo S Pranowo menyatakan, anomali penumpukan massa air akibat seretan angin terhadap muka laut dari arah timur turut memperparah banjir ini.
“Kekuatan angin ini lebih ekstrem dibanding angin monsun timur biasa. Sehingga menyebabkan massa air lebih banyak dan lebih kuat ke arah Pelabuhan Tanjung Mas,” ungkapnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin