Pemerintah melalui Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang, menyatakan Presiden Joko Widodo menyetujui pajak mobil baru nol persen. Menperin mengklaim kebijakan ini demi menggairahkan kembali industri otomotif yang redup sejak pandemi Covid-19. Jika rencana ini terealisasi, tentu menimbulkan dampak luas. Tidak hanya ekonomi, tapi juga dampak lingkungan.
Jakarta (Greeners) – Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin, menilai kebijakan mobil baru nol persen nantinya bisa menganulir rencana strategis pemerintah terkait kendaraan listrik. Padahal rencana tersebut sudah memiliki regulasi yang jelas, yaitu peraturan presiden nomor 55 tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan.
Dia menjelaskan pemerintah harusnya lebih mengedepankan proyek kendaraan listrik. Pasalnya, pihak swasta juga sudah berbondong menyiapkan investasi pada proyek tersebut. Menurutnya, ada juga masyarakat yang sengaja tidak membeli kendaraan baru agar bisa membeli kendaraan listrik.
“Konsekuensi tidak ringan kalau pajak kendaraan motor dinolkan. Semua investasi yang berjalan terkait kendaraan listrik dan atau kendaraan yang berkarbon rendah akan berantakan semua,” ujar Ahmad kepada Greeners.co, Rabu, (6/1/2021).
Kendaraan Bertambah Banyak, Kualitas Udara Menurun
Ahmad menilai adanya kebijakan ini bisa mengancam kualitas udara di Indonesia. Nantinya, jumlah mobil bertambah banyak, maka pembakaran bahan bakar akan menghasilkan polusi. Apalagi, lanjutnya, jika bahan bakar tersebut termasuk ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) kotor.
Dia menyebut hingga Desember 2019 total populasi kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 146.378.843 unit. Adapun rinciannya 127.003.418 unit sepeda motor, 16.480.785 unit mobil, 8.209.555 juta truk, dan 985,086 bus.
Menurut Ahmad, dengan jumlah sekian kualitas udara di Indonesia sudah terbilang buruk.
“Jika (kebijakan baru) diterapkan tentu akan membuat pencemaran juga akan semakin tinggi,” jelasnya.
Aktivis Sayangkan Pemberian Insentif pada Industri Tidak Ramah Lingkungan
Lebih jauh, Ahmad menilai pemerintah harusnya tidak memberi insentif kepada industri otomotif yang tidak ramah lingkungan. Menurutnya, melemahnya pasar dari industri tersebut bukan gara-gara pandemi, melainkan justru masyarakat lebih menantikan kendaraan listrik.
Dia berharap Presiden tidak tertipu oleh industri tersebut. Presiden, lanjut dia, harus tetap berkomitmen dengan pengembangan kendaraan listrik. Pasalnya, industri otomotif tersebut kebanyakan pro bahan bakar kotor. Ahmad menilai industri tersebut menggunakan teknologi kotor yang sudah usang.
“Masa sih Presiden berkenan dibohongi oleh menteri dan industri otomotif? Jadi kalau mau, biarkan saja kendaraan bahan bakar itu mati. Kendaraan listrik tinggal didorong sesuai Perpres 55 tadi,” saran Ahmad.
Baca juga: Pertambahan Populasi Penduduk Ancam Ekosistem Mangrove
Bike2Work Sarankan Pemerintah Fokus Investasi Angkutan Massal
Ketua Bike2Work (B2W) Indonesia, Poetoet Soedarjanto, menilai kebijakan pajak mobil baru nol persen hanya akan mendatangkan bencana. Dia mengingatkan bahwa Indonesia sudah berikrar bersama negara-negara lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, termasuk gas buang kendaraan bermotor.
“Menyetujui pajak mobil nol persen, dengan alasan apa pun, sulit untuk tidak berarti pengkhianatan terhadap janji itu. Maslahatnya, kalaupun ada, tak sebanding dengan biaya yang diakibatkannya dan harus ditanggung masyarakat,” tegasnya.
Poetoet menyebut gagasan tentang masyarakat tanpa mobil –atau dengan hanya sedikit mobil– terutama yang bermesin dengan bahan bakar fosil, bukanlah sesuatu yang mustahil.
Menurutnya, untuk mewujudkannya pemerintah harus mengalihkan dana berinvestasi di prasarana angkutan publik/massal, alih-alih untuk infrastruktur yang memanjakan mobil pribadi.
“Melayani mobil terus-menerus tak bakal ada ujungnya. Sudah terbukti. Tanpa mobil keadaan bisa jauh lebih baik, asalkan mobilitas mereka terjamin melalui angkutan massal maupun sarana lain,” pungkasnya.
Penulis: Muhammad Ma’rup
Editor: Ixora Devi