Jakarta (Greeners) – Pemanfaatan sepeda dan transportasi publik penting sebagai alternatif solusi di tengah penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM). Selain mengurangi kemacetan, alternatif tersebut mengedepankan kendaraan ramah lingkungan. Jadi solusinya tidak sebatas mendorong kendaraan listrik.
Ketua Umum Bike To Work (B2W) Indonesia Fahmi Saimima menyatakan, eksistensi sepeda telah bertahan selama lebih dari dua abad. Fungsi dan manfaat sepeda seharusnya jadi bagian dari solusi kenaikan BBM. Selain mengurangi kemacetan, juga tak berkontribusi sama sekali terhadap emisi.
“Artinya paradigma solusinya kenapa harus kembali ke kendaraan pribadi, walaupun itu mobil listrik. Seharusnya fokus ke transportasi publik dan non motorized,” katanya kepada Greeners, Minggu (11/9).
Pernyataan Fahmi ini sekaligus merespon pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan terkait transisi Indonesia menuju era kendaraan elektrifikasi atau electric vehicle (EV). Langkah ini termasuk mendorong agar melakukan pembatasan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil yang mengakibatkan pembengkakan subsidi BBM.
Satu Unit Mobil Rata-Rata Konsumsi BBM 1.500 Liter Per Tahun
Berdasarkan data industri kendaraan bermotor, rata-rata konsumsi BBM untuk satu unit mobil mencapai 1500 liter/ tahun dan 305 liter/ tahun untuk motor. “Bisa kita semua bayangkan ketika dua jenis kendaraan ini kebanyakan menggunakan BBM bersubsidi, maka sudah pasti yang terjadi adalah membengkaknya subsidi BBM,” ungkapnya.
Ia juga meminta agar kementerian atau lembaga (K/L) terkait menetapkan kebijakan untuk membatasi penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil. “Saya juga meminta tim teknis yang terdiri dari lintas K/L agar menerapkan kebijakan yang setara atau lebih baik dari negara lain,” imbuhnya.
Khususnya negara yang sudah lebih dulu menerapkan kebijakan pembatasan penjualan kendaraan berbahan bakar fosil. Lalu mendorong percepatan adaptasi penggunaan EV sehingga kebijakan tersebut bisa cepat Indonesia adopsi.
Sementara itu, saat ini pemerintah menyiapkan sejumlah strategi demi meredam kenaikan anggaran subsidi BBM. Salah satunya lewat percepatan adopsi penggunaan EV di Indonesia. Luhut menyebut, upaya ini penting karena tak sekadar mengurangi ketergantungan pemakaian BBM bersubsidi, tapi mengurangi emisi CO2.
“Tujuannya untuk mengurangi emisi CO2 yang ditargetkan turun sebesar 40 juta ton pada 2030 mendatang hanya dari program ini,” imbuh Luhut.
Harga Tinggi Kendaraan Listrik
Ketua B2W Bandung Wildan Fachdiansyah juga menilai, alternatif penggunaan sepeda memiliki operational cost yang lebih murah dibanding dengan kendaraan berbahan BBM. “Penggunaan sepeda untuk aktivitas sehari-hari akan menjadi lebih feasible ketika melihat lonjakan harga BBM karena operational cost-nya yang lebih murah,” kata Wildan.
Selain sepeda, untuk jarak tempuh yang lebih jauh, alternatif transportasi publik bisa menjadi solusi paling efektif dan harus jadi prioritas jika kita bandingkan transisi ke kendaraan listrik. Menurutnya, transportasi publik memiliki cakupan yang luas dan dapat banyak orang manfaatkan.
“Sedangkan kendaraan listrik merupakan teknologi baru, harganya masih cukup tinggi untuk banyak orang manfaatkan,” ujar dia.
Wildan mengapresiasi langkah pemerintah yang akan melakukan pembatasan terhadap kendaraan berbahan BBM. Namun, ia menekankan perbaikan sistem transportasi publik. “Upaya pembatasan saja tidak cukup, tapi harus diiringi pembenahan sistem transportasi secara menyeluruh,” tandasnya.
Penulis : Ramadani Wahyu
Editor : Ari Rikin