Jakarta (Greeners) – Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bersama dengan personel Wildlife Conservation Society-Indonesia Program (WCS-IP) dan HOCRU-OIC mengevakuasi orangutan sumatera (Pongo abelii) yang terdiri dari anak dan induknya. Dari informasi terbaru, diketahui induk orangutan dalam kondisi terluka parah terkena benda tajam pada tangan kanan, kaki kanan, punggung dan 74 butir peluru senapan angin ditemukan di sekujur tubuhnya. Peluru juga mengenai mata kanan mamalia malang ini. Bayi urangutan berumur satu bulan yang ditemukan bersamanya meninggal dalam proses evakuasi.
Upaya evakuasi bermula dari laporan warga bernama Sanita kepada petugas BKSDA Aceh tentang terjadinya konflik orangutan di Desa Bunga Tanjung, Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh. Tanggal 9 Maret 2019, tim BKSDA melakukan pengecekan ke lokasi dan dijumpai satu individu orangutan berikut sarang dan bekas makanan seperti pelepah daun sawit dan daun kelapa.
“Dari pemeriksaan medis luka-luka yang ada di tubuh orangutan ini sudah ada sejak 2-3 bulan terutama luka akibat peluru senapan angin. Artinya sudah cukup lama orangutan ini di kebun masyarakat tapi tidak ada pelaporan ke kami,” ujar Kepala BKSDA Aceh Sapto Aji kepada Greeners saat dihubungi melalui telepon, Rabu (13/03/2019).
BACA JUGA: Pengesahan RUU Konservasi Terus Tertunda, UU No. 5/1990 Dianggap Masih Relevan
Sapto mengatakan kalau orangutan tersebut terisolasi di kebun sawit milik seorang warga. Menurut warga setempat orangutan tersebut dalam kondisi kurang sehat. Berdasarkan pengakuan anak-anak di sekitar areal kejadian menyatakan orangutan tersebut sudah terkena alat dodos kelapa sawit dan anak orangutan tersebut sempat diambil dari induknya.
“Saat ditemukan keadaan bayi orangutan dalam kondisi kekurangan nutrisi parah dan shocked berat, karena induknya sudah terluka dan tidak bisa memberikan asupan yang baik kepada anaknya. Ketika dalam perjalanan anak orangutan ini mati kemudian dikuburkan di Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara,” katanya.
Induk orangutan yang kemudian diberi nama Hope (harapan) ini kini berada di Pusat Karantina Orangutan di Sibolangit, Sumatera Utara untuk ditangani secara intensif karena kondisinya yang sangat parah.
Dari hasil pemeriksaan di Pusat Karantina Orangutan, Hope memiliki berat badan 35,68 Kg, kondisi rambut kusam dan kulit bersisik dengan status dehidrasi > 10 %. Bagian mulut terlihat bengkak, banyak bekas luka dan memar, mata kanan terlihat bengkak dan mengalami kerusakan permanen (bagian mata sudah mengecil dan berwarna putih susu). Kerusakan pada mata ini diperkirakan terjadi lebih dari 2-3 bulan yang lalu.
Selain itu, hasil pemeriksaan dengan X-ray menunjukkan sebanyak 74 butir peluru senapan angin tersebar di seluruh badan, patah tulang Clavicula kiri terbuka (tulang mencuat keluar dari kulit), retak tulang pelvis kiri dengan keretakan kurang lebih 2 cm.
“Peristiwa Hope ini masih diselidiki oleh Kapolda Aceh, tapi kalau hipotesis saya orangutan ini berkonflik karena mempunyai bayi, orang tertarik (pada bayi orangutan) dan jika dijual harganya mahal untuk bayi orangutan ini. Jadi si Induk berusaha melindungi anaknya. Indikasi dua bulan peluru itu sudah ada di badan Hope berarti ketika dia mengandung sudah ditembaki,” jelas Sapto.
BACA JUGA: Pengamat Temukan Anak Orangutan Tapanuli Kembar
Atas kejadian ini Sapto mengirimkan surat kepada Kapolda Aceh untuk menertibkan peredaran senapan angin berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2012. Peraturan ini mengatur bahwa kepemilikan senapan angin hanya untuk olahraga dan harus memiliki izin.
Kejadian di Subulussalam ini merupakan kejadian ke empat penggunaan senapan angin untuk menyerang orangutan di wilayah Aceh, selama kurun waktu 2010 – 2014. Kejadian pertama di Aceh Tenggara, ke dua di Aceh Selatan, ke tiga di Aceh Timur dan terakhir di Subulussalam ini.
Penulis: Dewi Purningsih