Jakarta (Greeners) – Isu kedaulatan pangan sempat hangat dibahas ketika topik ini dimasukan dalam program visi dan misi para calon presiden dan wakil presiden pada masa kampanye Pemilihan Umum Presiden yang berlangsung beberapa waktu yang lalu. Namun, isu penting ini kembali tenggelam usai masa kampanye berlalu.
“Tahun 2014 ini adalah pemilu, dinyatakan seolah-olah kita mandiri pangan sehingga impor hanya sekitar 350 ribu ton. Tahun ini, saya khawatir impor kita akan meningkat lagi, di atas 1,5 juta ton. Hal ini tidak benar juga,” kata Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof. Dwi Andreas Santoso.
Mengutip data BPS, Andreas menyatakan nilai impor pangan pada tahun 2013 sebesar USD 3,3 milyar. Sementara tahun ini meningkat menjadi USD 14,9 milyar.
“Jadi, ada peningkatan sekitar empat setengah kali lipat impor pangan atau pertanian kita,” katanya saat ditemui Greeners usai menjadi salah satu pembicara dalam diskusi bertema “Pentingnya Benih Pada Kedaulatan Pangan Indonesia” di Jakarta, Rabu (13/08).
Besarnya kuota impor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan tingginya harga pangan di pasar internasional membuat Indonesia mengalami tiga kali krisis pangan dalam delapan tahun terakhir. Krisis pangan tersebut terjadi pada tahun 2008, 2010, dan 2011 dimana nilai impor naik secara signifikan.
Andreas yang juga Ketua Umum Bank Benih Tani Indonesia mengingatkan, “Tren 10 tahun terakhir ini, dimana impor pangan meningkat tajam tapi dibiarkan saja, maka kita akan masuk ke dalam bencana pangan, bukan hanya krisis pangan.”
Ia mengharapkan program pemerintah ke depan memberi prioritas isu kedaulatan pangan, termasuk masalah benih dan kesejahteraan petani kecil untuk meningkatkan daya saing.
“Persoalan pangan ini persoalan serius yang harus diatasi bersama, tidak hanya oleh pemerintah tapi juga oleh masyarakat,” katanya.
(G08)