Beranggotakan 5 orang, tim mengawali kegiatan dengan melakukan banyak riset mengenai bahaya styrofoam dan menyalurkannya kepada anak kelas 7 (1 SMP) dalam bentuk presentasi dan diskusi. Para pemilik kantin pun tak lepas dari gerakan tim, berbekal ultimatum pemecatan bagi kantin yang masih menggunakan styrofoam dari kepala sekolah, perjuangan menghilangkan styrofoam di SMPN 11 Bandung sangat mudah dilalui. “Memang dukungan pimpinan (Kepala Sekolah) sangat membantu kami dalam merealisasikan gerakan ini” ujar Nia. Hingga saat ini tim kebanggaan Nia telah berhasil menghentikan pemakaian styrofoam sebagai kemasan di sekolah dan lingkungan sekitar sekolahnya Jalan Syamsudin, Bandung.
Saat ini Nia bersama anak didiknya tengah melanjutkan program ke tahap selanjutnya yaitu Go To Zero Waste School dengan selama target 3 tahun mencapai sekolah yang bisa mengelola sampah secara mandiri. Saat ini seluruh sampah organik dari sekolahnya disalurkan ke Rumah Kompos; sebuah ruangan yang penuh berisikan keranjang Takakura. Untuk sampah non-organik Nia dan tim Go To Zero Waste tengah melakukan pengumpulan untuk kemudian disalurkan kepada penampung limbah plastik.
Selain sebagai penampungan sampah organik, Rumah Kompos SMPN 11 Bandung juga berperan sebagai media penyampaian mata pelajaran PLH (Pendidikan Lingkungan Hidup) yang sebelumnya sempat terhenti. Inisiatif membuat rumah kompos membuat guru-guru lain ikut tergerak untuk mengelola dan melestarikan lingkungan disekolahnya. Pelajaran lain pun mulai mengintegrasikan isu-isu lingkungan ke dalam mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia.
Di tahun kedua, Nia berencana agar anak didiknya bisa membuat alat pencacah sederhana atau menciptakan kemasan yang ramah lingkungan, memotivasi untuk menghasilkan inovasi. Sehingga rencana di tahun ketiga setelah tindakan untuk mengurangi sampah di sekolahnya berjalan dengan baik, keinginannya untuk merubah kantin di sekolahnya menjadi “Kantin Sehat dan Jujur” dapat terealisasikan.
Nia berharap program yang berkelanjutan yang ia jalankan di sekolah bisa menjadi motivator bagi guru-guru dan sekolah-sekolah lain, khususnya mengenai penanganan sampah. “Sampah itu berasal dari kita, dan kita harus bertanggung jawab atas sampah kita.” ucapnya. Karena sampah akan terus bertambah apabila kita tidak melakukan sesuatu terhadapnya. Melalui blog pribadinya, Nia juga kerap berbagi cerita mengenai kegiatannya disekolah, dengan harapan bisa menjadi manfaat bagi pengajar-pengajar yang juga tengah membawa sekolahnya menjadi lebih ‘hijau’.
Merubah perilaku memang tidak semudah membalikan telapak tangan. Membutuhkan perjuangan yang panjang dan kesabaran tingkat tinggi. Juga tentunya dukungan dari berbagai pihak. Semoga kesabaran yang diperlihatkan Nia sebagai seorang pendidik bisa menghasilkan generasi muda yang cerdas, tangguh dan tentunya peduli terhadap lingkungan hidup.
“Memang dukungan pimpinan (Kepala Sekolah) sangat membantu kami dalam merealisasikan gerakan ini”
“Sampah itu berasal dari kita, dan kita harus bertanggung jawab atas sampah kita.”