Nelayan Laporkan Aktivitas Penambangan Timah Lepas Pantai

Reading time: 2 menit
Ilustrasi: Ist.

Jakarta (Greeners) – Kelompok nelayan Tanjung Besayap di Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, melaporkan aktivitas penambangan timah lepas pantai. Aktivitas yang dilakukan oleh CV Bahari Utama tersebut dilaporkan ke Presiden Joko Widodo dengan tembusan Menko Kemaritiman, Menteri KKP, Menteri LHK, Menteri ESDM dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional (tertanggal 20 November 2014) karena menurut mereka Pemerintah Kabupaten Bangka Barat belum mengambil tindakan apa-apa.

Kelompok nelayan tersebut berpendapat bahwa Pemerintah Kabupaten Bangka Barat terkesan melakukan pembiaran atas perusakan dan penghancuran gugusan terumbu karang dan ekosistem pesisir di perairan Penumpak Tanah Merah (Perairan Karang Rawan), meski telah diberikan wewenang oleh pemerintah pusat dan provinsi untuk melakukan penyelesaian persoalan tersebut.

Manajer Kampanye Walhi Nasional, Edo Rakhman mengungkapkan, persoalan aktivitas penambangan ini telah dalam kordinasi Walhi Bangka Belitung dan sudah melakukan konsolidasi ke tiga kecamatan untuk secara serius menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di wilayah tersebut.

“Intinya surat tersebut meminta agar Presiden Joko Widodo melalui dua Menteri Kabinet Kerja, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya untuk segera mengambil tindakan tegas atas apa yang telah dilakukan oleh CV. Bahari Utama ini,” terangnya kepada Greeners, Jakarta, Senin (01/12).

Edo juga menegaskan jika tidak dilakukan penanganan terhadap persoalan tersebut, maka kehidupan nelayan beserta keluarganya akan terancam karena tidak lagi dapat memanfaatkan hasil laut, karena lokasi beroperasinya Kapal Isap Produksi (KIP Tanjung Bunga) CV Bahari Utama berada di daerah penangkapan ikan (fishing ground) nelayan.

Selain itu, dampak buruk lainnya yang ditimbulkan oleh aktivitas kapal isap tersebut adalah pembuangan limbah secara langsung di perairan dekat gugusan terumbu karang. Pencemaran ini membuat air laut dapat seketika berubah sangat coklat (sedimentasi yang mungkin bercampur logam berat) dan menyebar diatas gugusan karang karena arus pasang surut hingga kemungkinan berjarak 4 – 5 mil dari pesisir pantai.

Menurut Edo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dapat bertindak sebagai second line enforcement untuk melakukan pengawasan langsung jika terjadi pelanggaran serius atas ijin yang dikeluarkan oleh Kepala Daerah (Pasal 73 UU 32/2009) dan memberikan sanksi administrasi secara langsung kepada pelaku usaha jika Kepala Daerah dengan sengaja tidak melakukan (Pasal 77 UU 32/2009) serta melakukan kerjasama penanganan kasus dengan pendekatan Multidoors yang menggunakan kekuatan hukum 11 (sebelas) aturan perundang-undangan.

“Sangat ironis, wilayah tangkap nelayan di pesisir perairan lalu kemudian diatasnya muncul kuasa pertambangan yang dikeluarkan oleh Bupati Bangka Barat tanpa memberitahukan ataupun melibatkan masyarakat nelayan sekitarnya sebagai pihak terdampak langsung atas aktivitas pertambangan tersebut,” tuturnya.

Dijumpai secara terpisah, Sekretaris Menteri (Sesmen) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Rido Sani mengutarakan kalau pihaknya belum mengetahui perihal kasus CV Bahari Utama tersebut.

Pria yang akrab dipanggil Roy ini mengaku belum ada laporan mengenai kasus aktivitas penambangan timah lepas pantai yang dilakukan oleh CV. Bahari Utama di Kecamatan Mentok, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung. “Kita belum tahu ada kasus itu,” ungkapnya.

Selain itu, ia pun berjanji jika benar kasus tersebut terjadi, maka pihak Kementerian akan mengirimkan anggotanya untuk meninjau dan meneliti tentang aktivitas penambangan timah lepas pantai yang merusak dan penghancuran gugusan terumbu karang dan ekosistem pesisir di Perairan Penumpak Tanah Merah (Perairan Karang Rawan) tersebut.

“Kalau benar, nanti kami kirim orang kesana. Saya tidak tahu, padahal itu kampung saya,” pungkasnya.

(G09)

Top