Jakarta (Greeners) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah membatalkan Undang-Undang Sumber Daya Air No. 7 Tahun 2004 secara menyeluruh dan membatasi partisipasi swasta di sektor air dengan sangat ketat, telah membawa Indonesia memasuki sebuah tahap baru dalam hal pengelolaan air di Indonesia.
Bahkan, pada tanggal 24 Maret 2015 lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan untuk membatalkan kontrak swastanisasi air terbesar di dunia dari PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), yaitu kontrak swastanisasi air yang terjadi di Jakarta dengan tujuan pemberian layanan air yang lebih baik bagi masyarakat.
Direktur dari Wahid Institute, Yenny Wahid, mengatakan, berbicara masalah penyediaan air adalah berbicara tentang siapapun yang memiliki kepentingan di dalamnya, termasuk masyarakat. Penyediaan air bersih oleh negara seharusnya menjadi satu tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan hajat hidup yang mendasar bagi rakyatnya.
Menurut Yenny, pengaruh air di Indonesia sangatlah luar biasa, namun walaupun negara agraris ini melimpah air, tetap saja tidak akan berguna apa-apa jika negara tidak mampu mengelolanya dengan baik. Yang terjadi kemudian, lanjut Yenny, adalah sebuah ironi di mana negara dengan kekayaan air yang melimpah namun tidak bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Akhirnya masalah akses air bersih ini jadi berdampak ke mana-mana, bahkan hingga ke masalah sanitasi,” jelasnya saat menjadi pembicara pada diskusi “Pengelolaan Air oleh Pemerintah Kota: Belajar dari Kesuksesan Paris” di Jakarta, Rabu (08/04).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono, menyatakan bahwa pembatalan UU No 7 Tahun 2004 memang sudah seharusnya menjadi momentum pengambil alihan tata kelola air dari swasta kepada pemerintah. Pembatalan ini, lanjutnya, akan kembali menjadi amunisi bagi negara untuk menjadi pengelola air bersih.
“Swasta ini banyak memelintir izin tentang pengelolaan air. Sehingga dengan pembatalan ini tentu akan sangat berguna bagi kita semua,” tambahnya.
Lebih jauh Basuki juga menegaskan bahwa institusinya dalam waktu dekat ini juga akan segera membentuk sebuah Peraturan Pemerintah atau PP berdasarkan UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sesuai dengan putusan MK.
“Keputusan Pengadilan pasti kita hargai. Tapi kan tetap saja, saya kira kita semua harus paham kalau keterlibatan swasta itu bukanlah sesuatu yang haram,” tukasnya.
Penulis: Danny Kosasih