Jakarta (Greeners) – Negara-negara ASEAN bisa menjadi pelopor penggunaan energi terbarukan sebagai sumber energi sehari-hari. Penggunaan energi terbarukan ini, selain juga bisa mengurangi emisi gas rumah kaca, penyebab perubahan iklim.
Hal tersebut terungkap dalam laporan Greenpeace berjudul (R)evolusi Energi, yang diluncurkan pada Pertemuan Menteri Energi se-ASEAN ke 31 di Bali, Selasa (24/09) kemarin.
Laporan tersebut menyoroti dampak sosial-ekonomi energi terbarukan dan usulan cara untuk memastikan keamanan energi ASEAN dan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang.
Laporan yang ditulis bersama Greenpeace dengan the Global Wind Energy Council, Badan Antariksa Jerman (DLR) dan ilmuwan regional, laporan (R)evolusi Energi menguraikan beberapa hasil kunci pada pembangkit listrik terbarukan, dimana energi terbarukan seperti angin, surya dan energi panas bumi bisa mencakup 70% dari pembangkit listrik tahun 2050.
Dengan energi terbarukan misalnya adalah panel surya, masyarakat tertinggal di Asia Tenggara- yang tidak memiliki akses listrik – sekarang dapat menghasilkan listrik untuk menerangi rumah mereka.
(R)evolusi Energi juga memberikan proyeksi pada prospek investasi masa depan ASEAN senilai 2,752 miliar USD, penghematan biaya bahan bakar senilai 2,698 miliar USD, dan potensi terciptanya lapangan kerja sebanyak 1,1 juta pada tahun 2030 jika mengadopsi energi hijau.
“Sudah ada gerakan global yang kuat untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dengan meningkatkan pangsa energi terbarukan,” kata penulis Sven Teske, Direktur Energi Terbarukan Greenpeace International dalam siaran pers yang diterima Greeners.
Sven mengatakan negara-negara ASEAN memiliki lebih dari cukup sumber daya alam agar menjadi yang terdepan untuk energi bersih dan terbarukan.
Energi terbarukan yang lebih kompetitif daripada batu bara, memanfaatkan sumber daya lokal dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja. Menggunakan energi terbarukan sekarang lebih menguntungkan bagi perekonomian, bukan beban, dan mengurangi ketergantungan mereka pada bahan bakar fosil yang kotor, seperti minyak dan batubara.
Greenpeace juga mengatakan bahwa masa depan pengembangan energi terbarukan di kawasan ASEAN akan sangat bergantung pada kemauan politik pemerintah anggotanya. Dengan memilih energi terbarukan, ditambah dengan langkah-langkah efisiensi energi, ASEAN akan dapat berkontribusi untuk menstabilkan emisi karbon global sementara pada saat yang sama mencapai pertumbuhan ekonomi yang layak.
“Iklim yang semakin memburuk harus menjadi perhatian utama ASEAN, mengingat bahwa wilayah ini sering mengalami peristiwa cuaca ekstrim dan lebih intens karena perubahan iklim yang disebabkan oleh emisi karbon,” kata Amalie H. Obusan, juru kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara.
“Wilayah ASEAN, dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan penduduk harus memainkan peran penting dalam solusi global ini sebagaimana dijelaskan dalam laporan ini yang menunjukkan bahwa jalur pembangunan rendah karbon adalah sesuatu yang mungkin,” lanjutnya.
Obusan menambahkan perubahan iklim merupakan masalah yang membutuhkan solusi yang menyeluruh, yang membutuhkan kerjasama mutlak setiap bangsa di wilayah ASEAN. (G02)