Jakarta (Greeners) – Indonesia memiliki potensi sumber panas bumi yang sudah tidak terbantahkan di tingkat dunia. Hanya saja pengembangan izin eksplorasi panas bumi masih sering terkendala karena lokasinya yang banyak berada di dalam kawasan hutan konservasi.
Namun kini, hal tersebut tidak lagi menjadi masalah. Direktur Panas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Yunus Saefulhak kepada Greeners mengatakan, terbitnya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 46 Tahun 2016 tentang Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi pada Kawasan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata memberi peluang untuk memaksimalkan potensi tersebut.
BACA JUGA: Pengembangan Panas Bumi Harus Melibatkan Kearifan Lokal
“Dengan peraturan ini, kawasan konservasi taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam nantinya diperbolehkan. Yang belum boleh di cagar alam dan taman marga-satwa. Tapi kalau saya tidak salah, di dua lokasi yang dilarang itu potensi panas buminya hanya sedikit kok,” ujarnya, Jakarta, Kamis (01/09).
Berdasarkan pemetaan yang dilakukan Kementerian ESDM, lanjutnya, 40 persen sumber panas bumi memang berada di dalam kawasan hutan lindung dan konservasi. Oleh karena itu, di dalam peraturan tersebut, skema yang akan dibuat berbentuk jasa lingkungan agar bisa tetap terpantau.
Dengan adanya peraturan tersebut, menurut Yunus, pemerintah yakin dapat memenuhi target penambahan energi listrik sebesar 7.200 megawatt yang hendak dikembangkan dari panas bumi pada 2025. Apalagi, proses pengerjaan panas bumi menurutnya tidak akan menganggu lingkungan.
“Tidak akan menggangu lingkungan karena itu ditembakkan miring 300 meter di bawah tanah, tidak akan kena akar pohon,” tambahnya.
BACA JUGA: Pertamina Geothermal Energy Semakin Serius Kembangkan Energi Panas Bumi
Dihubungi terpisah, Direktur Konservasi Energi Farida Zed menyatakan bahwa Permen LHK tersebut dapat membantu memberikan kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor energi.
“Panas bumi tadinya masih tanda tanya, tapi kita lihat sekarang ada kemajuan. Ini bisa jadi nilai tambah dalam penurunan emisi,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih