Jakarta (Greeners) – Meningkatnya kejadian longsor di Indonesia disebabkan tingginya tingkat kerentanan longsor. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan bahwa hingga saat ini terdapat 274 kabupaten/kota di Indonesia yang rawan longsor dengan jumlah penduduk yang tinggal di daerah rawan longsor sedang hingga tinggi sebanyak 40,9 juta jiwa.
Artinya, lanjut Sutopo, 40,9 juta jiwa masyarakat tersebut terpapar langsung dari bahaya longsor. Mereka tinggal di lereng-lereng dan tebing pegunungan dan perbukitan yang rawan longsor. Saat ada pemicunya yaitu hujan deras maka terjadi longsor.
BACA JUGA: Waspadai Hujan Lebat Disertai Petir dan Angin Kencang
Ironisnya, kemampuan mitigasi baik struktural dan non struktural masyarakat tersebut masih sangat minim. Bahkan masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk memproteksi diri dan keluarganya sehingga rentan menjadi korban longsor.
“Pemerintah dan Pemda telah banyak melakukan upaya pencegahan longsor seperti penguatan tebing, pembangunan sistem peringatan dini, sosialisasi, reboisasi dan penghijauan, dan lainnya. Namun upaya pencegahan seringkali kalah cepat dengan faktor-faktor penyebab longsor sehingga longsor terus berlangsung,” terangnya, Jakarta, Rabu (07/12).
Menurut Sutopo, hingga saat ini longsor adalah bencana yang paling banyak menimbulkan korban jiwa meninggal. Secara nasional, selama tahun 2016 telah terjadi 575 kejadian longsor dan menimbulkan 177 orang tewas akibat longsor. Longsor juga menyebabkan 100 orang luka-luka, 38.506 orang menderita dan mengungsi, 1.069 rumah rusak berat, 987 rumah rusak sedang, 926 rumah rusak ringan, dan puluhan bangunan umum rusak.
BACA JUGA: Dampak Perubahan Iklim, Petani dan Nelayan Juga Perlu Asuransi
Berdasarkan data BNPB, bencana longsor memang sedang meningkat. Pada tahun 2012 terdapat 291 kejadian longsor, tahun 2013 terjadi 296 kejadian, tahun 2014 terjadi 600 kejadian, tahun 2015 terjadi 515 kejadian, dan 2016 terjadi 576 kejadian (per tanggal 6/12/2016). Namun korban jiwa tewas bervariasi tergantung dari besaran longsor. Pada tahun 2012 longsor menyebabkan 119 jiwa tewas, kemudian tahun 2013 sebanyak 190 jiwa tewas, tahun 2014 sebanyak 372 jiwa tewas, tahun 2015 sebanyak 135 jiwa tewas, dan tahun 2016 sebanyak 177 jiwa tewas.
Bertambahnya jumlah penduduk, lanjut Sutopo, membuat kerentanan masyarakat di daerah longsor juga akan meningkat jika tidak ada perubahan yang nyata. Permukiman harus diatur sedemikian rupa agar masyarakat tidak membangun rumah pada daerah-daerah zona merah dari longsor. Zona merah pun, tegasnya, hendaknya tidak dijadikan permukiman tetapi menjadi kawasan lindung atau resapan air.
“Penataan ruang harus benar-benar ditegakkan jika kita ingin mengurangi risiko bencana longsor karena masih ada prediksi kejadian longsor ini akan terus bertambah mengingat potensi longsor makin meningkat ke depannya,” tutup Sutopo.
Penulis: Danny Kosasih