Jakarta (Greeners) – Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.53/Menhut-II/2006 tentang lembaga konservasi, kebun binatang adalah suatu tempat atau wadah yang mempunyai fungsi utama sebagai lembaga konservasi yang melakukan upaya perawatan dan pengembangbiakan berbagai jenis satwa berdasarkan etika dan kaidah kesejahteraan satwa dalam rangka membentuk dan mengembangkan habitat baru.
Sayangnya, dari sekitar 63 kebun binatang di seluruh Indonesia, pengelolaan paling buruk justru terjadi pada kebun binatang yang dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda). Menanggapi hal ini, Direktur Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tachrir Fathoni mengatakan, saat ini KLHK tengah fokus pada pengembangan pengelolaan kebun binatang milik Pemda agar mampu menjadi kebun binatang yang sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi.
“Saat ini saya sedang memperhatikan kebun binatang pemerintah karena sampai sekarang manajemennya masih kurang optimal. Saya bersama PKBSI (Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia) sedang me-redesign dua model kebun binatang yang dikelola oleh Pemda. Pertama untuk Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo, Jawa Tengah dan Taman Marga Satwa Kinantan Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Kita bantu agar kebun binatang pemerintah ada keterlibatan pihak swasta dan CSR untuk berpartisipasi dalam menyejahterakan satwa-satwanya,” jelasnya saat disambangi oleh Greeners di ruang kerjanya, Jakarta, Jumat (13/05).
Lebih lanjut, Tachrir mengatakan bahwa masalah utama yang melanda kebun binatang milik Pemda adalah masalah Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Menurutnya, kebun binatang Pemda yang dikelola berdasarkan DIPA daerah seringkali mengalami keterlambatan pencairan anggaran. Selain itu, jumlah yang dianggarkan pun terbilang kecil sehingga membuat kebun binatang tidak bisa mengembangkan diri secara optimal.
“Kadang-kadang anggarannya telat turun. Kebun binatang jadi tidak bisa membangun kandang dengan baik, kesejahteraan hewan pun terabaikan. Insentif bagi sumber daya manusianya juga kecil. Ini terjadi di Kebun Binatang Surabaya, Medan dan beberapa daerah lainnya,” ujarnya.
Tachrir menyatakan bahwa KLHK bekerjasama dengan PKBSI ingin mendorong agar ke depannya kebun binatang daerah bisa dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Hal ini diperlukan agar kebun binatang daerah bisa lebih leluasa dalam mendapatkan pemasukan, berinovasi dan mengembangkan diri serta menjadi kebun binatang yang sesuai dengan prinsip-prinsip konservasi.
“Kalau dikelola oleh Pemda, karcis masuk akan langsung ke APBN. Membiayainya pun perlu DIPA dan seringkali telat. Sedangkan satwa mau makan kan tidak bisa nunggu DIPA yang telat,” tambahnya.
Direktur Utama Taman Safari Indonesia yang juga Sekretaris Jendral Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia, Tony Sumampau pun sepakat kalau kebun binatang yang dikelola oleh pemerintah saat ini kondisinya cukup memprihatinkan. Minimnya anggaran untuk pengelolaan menjadi salah satu faktor penyebabnya. Menurutnya, tata letak kandang satwa, lokasi hiburan, dan kios pedagang dalam kondisi semrawut. Tidak hanya itu, sejumlah kandang satwa rusak, kandang dibiarkan kosong, dan berbau. Kondisi tersebut membuat pengunjung tidak nyaman dan bosan.
“Harus ada penataan dan perbaikan kembali terhadap tata kelola kebun binatang milik pemerintah ini. Tentunya juga dibutuhkan kerjasama antara Pemda dan pemerintah pusat agar saling bersinergi untuk mendukung pelestarian kebun binatang,” jelasnya.
Menurut Tony, rencananya mulai tahun 2016, dua Kebun Binatang, yakni TSTJ Solo dan Taman Marga Satwa Kinantan Bukit Tinggi Sumatera Barat akan menjadi fokus utama perbaikan. Bahkan, semua bangunan kebun binatang akan dilakukan revitalisasi total. Tidak hanya dari kondisi fisik bangunan, namun seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada juga akan diberikan pelatihan.
Direktur Konservasi dan Keaneragaman Hayati (KKH) KLHK, Bambang Dahono Adji menuturkan, saat ini terdapat kurang lebih 63 kebun binatang di seluruh Indonesia. Tujuh di antaranya adalah milik dan dikelola oleh Pemerintah Daerah. Sedangkan dari 56 kebun binatang yang dikelola oleh swasta, dikatakan Tony masih banyak yang belum memiliki sertifikat kelayakan yang dinilai oleh tim independen.
“Jadi kalau ditotal dari 63 itu, ya hanya 27 kebun binatang yang sudah memiliki sertifikat kelayakan. Untuk kebun binatang pemerintah itu ada TSTJ Solo dan Ragunan. Sedangkan tujuh kebun binatang yang dikelola pemerintah daerah adalah Pematang Siantar, Medan, Bukit Tinggi, Ragunan, Surabaya, Semarang dan Solo,” katanya.
Penulis: Danny Kosasih