LONDON, 28 Maret 2017 − Para peneliti iklim yang mempelajari alur karbon antara tanah dengan udara mungkin harus mulai mempertimbangkan peran dari mikroba, penghuni planet terkecil. Sebuah riset tim menemukan bahwa mikroba tanah dapat meningkatkan warna dari lahan untuk bisa memantulkan cahaya dan radiasi energi kembali ke udara.
Penelitian lain juga telah mengidentifikasikan sumber tidak terduga dari karbon atmosfer bahwa 17 persen dari karbon tanah yang masuk ke atmosfer dari dataran banjir berasal dari mikroorganisme yang hidup di kedalaman lebih dari dua meter.
Sementara, grup ketiga berhasil mengidentifikasi bakteri tanah yang dapat membantu tanaman bertahan menghadapi musim kemarau, meningkatkan panen di areal kering seperti Arizona, Israel, dan Lembah Nil.
Spesies dari Mikroba Tanah
Pada dasarnya, ketiga penelitian tersebut merupakan penelitian perintis. Ekosistem yang paling tidak dipahami justru berada di bawah kaki sendiri: sejumput tanah merupakan rumah bagi ratusan spesies mikroba bahkan bisa dikatakan miliaran.
Apa yang dapat mereka lakukan dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain masih menjadi teka-teki yang mesti disatukan bersama.
Dengan demikian, penelitian yang dilakukan belum lengkap. Namun, setiap penelitian merepresentasikan aspek terbaru dari kompleksitas interaksi antara tanaman berbunga, atmosfer, dan bebatuan dasar. Semua interaksi ini dimediasi oleh mikroba.
Daerah kering mencakup 40 persen dari permukaan bumi. Daerah ini terlihat tidak memiliki kehidupan namun kulit dari gurun tersebut dihuni oleh kehidupan seperti lumut dan cyanobacteria yang membentuk kerak tanah biologis atau biocrust.
Para peneliti dari US Geological Survey menulis di jurnal Scientific Reports bahwa mereka mengukur kerak tanah biologis di Plato Colorado dan menguji mereka dengan level kehangatan dan curah hujan yang berbeda. Mereka memonitor respon dari kerak tanah biologis dan mengkalkulasikan berapa banyak energi matahari yang bisa dikembalikan ke atmosfer.
Para peneliti iklim menyebut ini sebagai efek albedo dan mempunyai peran penting dalam permodelan iklim. Perpaduan antara kehangatan dan air mengubah permukaan yang gelap menjadi lahan yang terang akan cukup untuk memperlambat laju pemanasan global.
Namun, pada saat bersamaan, perubahan lumut-lumutan menjadi cyanobacteria yang mencerahkan warna tanah dapat mempercepat erosi, menurunkan kesuburan tanah, memperlambat penghilangan karbon dioksida ke atmosfer.
“Penemuan bahwa perubahan iklim berpengaruh terhadap kerak tanah yang mampu memberikan kontribusi kepada iklim di masa depan merupakan faktor kritis yang tidak pernah dipertimbangkan di masa lalu,” kata Austin Rutherford, ahli biologi di Universitas Arizona, yang memimpin studi tersebut.
“Informasi ini merupakan langkah penting untuk mengerti iklim dan akan berguna untuk membangun pemodelan iklim di masa mendatang,” ujarnya.
Grup kedua yang mempublikasikan hasilnya ke jurnal Vadose Zone mengatakan bahwa mereka telah lebih dalam meneliti kerak tanah di permukaan. Para peneliti menemukan tanah kaya dengan karbon di Great Plains, AS, tiga tahun lalu, yang berujung kepada asumsi bahwa cadangan tersebut aman untuk saat ini.
Namun, sebuah tim dari Lawrence Berkeley National Laboratory di California mengukur aliran karbon dioksida dari sungai Colorado yang merupakan dataran banjir dan menemukan bahwa satu perlima dari karbon yang dikeluarkan ke atmosfer berasal dari mikroba tanah yang terbenam dua hingga tiga setengah meter di dalam tanah. Kontribusi ini sudah dimasukkan ke dalam pemodelan sistem planet Bumi.
Lokasi tersebut berada jauh di bawah kedalaman akar, yaitu di zona vadose, jauh dari permukaan atas tanah namun masih di atas permukaan muka air. Bahkan di zona yang tidak ada kehidupan, mikroba tanah memegang peranan penting dalam siklus kehidupan.
Menurut sebuah tim dari Universitas Northern Arizona, beberapa mikroba mampu memegang peran yang lebih penting. Dalam laporan di jurnal Plant and Soil, para peneliti telah menganalisa 52 penelitian dari seluruh dunia untuk bisa mengidentifikasi kemampuan mikroba.
Manipulator Mikroskopis
Ketika tanaman pangan diperkenalkan dengan rhizobacteria, mikroba yang mengkoloni akar-akar, yang membuatnya cepat tumbuh maka hasilnya akan meningkat 20 hingga 45 persen saat musim kering dibandingkan dengan yang diairi. Dengan bantuan manipulator mikroskopis, tanaman yang tadinya berjuang mendapatkan air ternyata bertahan lebih lama daripada yang terkena irigasi.
Hal ini sangat di luar dugaan. Tanaman yang bergantung kepada mikroba tanah untuk mendapatkan nutrien dan perlindungan terhadap hama sudah sering terdengar. Namun, penelitian terbaru mengisyaratkan bahwa mikroba tanah dapat memberikan perlindingan signifikan saat musim kemarau.
Bagaimana dan kenapa rhizobacteria dapat memberikan perlindungan semacam ini kepada tanaman induk mereka masih menjadi teka-teki evolusi yang musti dijawab dengan eksperimen lanjutan.
Berdasarkan estimasi PBB, dunia kehilangan 12 juta lahan subur akibat kemarau dan kekeringan setiap tahun sehingga penemuan ini dapat berguna bagi para petani yang menggarap lahan kritis di mana iklim semakin berubah dan manusia semakin bertambah.
Pemulihan lahan kering, melakukan fotosintensis di permukaan yang dapat menyerap karbon akan dapat kembali ke sistem iklim planet bumi.
Hal tersebut masih menjadi harapan dan banyak penelitian yang harus dilakukan. Namun, sekali lagi, ini sekadar peringatan bahwa mahkluk terpenting di planet ini bisa jadi merupakan mahkluk yang disingkirkan, penduduk kasat mata yang berada tepat di pijakan kaki kita. – Climate News Network