Bandung (Greeners) – Pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) di Kota Bandung kembali dilanjutkan. Sontak hal ini menuai kritikan dari beberapa elemen masyarakat dan penggiat lingkungan yang sejak awal menolak pembangunan PLTSa tersebut.
Terkait hal itu, Walikota Bandung, Ridwan Kamil menyatakan bahwa dirinya hanya melanjutkan Perda yang telah disetujui dan dikeluarkan oleh DPRD Kota Bandung. Ia juga mengingatkan bahwa Perda mengenai pembangunan PLTSa telah diterbitkan sebelum dirinya diangkat menjadi walikota.
“Inikan Perdanya sudah diketuk. Jadi, kalau ada yang sifatnya tidak setuju bisa menyuarakan ke DPRD karena yang memutuskan,” ungkap pria yang akrab disapa Emil ini saat ditemui di Universitas Maranatha Bandung (10/07) kemarin.
Hasil survey yang dilakukan tim dari Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung juga dijadikan landasan Emil untuk melanjutkan pembangunan PLTSa.
“Dari UNPAD melakukan survey ke masyarakat dan tidak ada masalah. Jadi, tidak selalu apa yang terekam secara individu-individu mewakili apa adanya, makanya dibikin secara ilmiah melalui survey,” ungkap Emil.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat tengah mengadakan petisi untuk menolak pembangunan PLTSa tersebut. Dalam petisi yang diunggah dalam situs change.org, Walhi Jabar menyatakan, bahwa “PLTSa yang akan dibangun di Kota Bandung tidak lebih dari sebuah bentuk pengelolaan sampah tersentralisasi dengan menggunakan Mesin Pembakar Sampah (incinerator) yang dipadukan dengan sistem Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).”
Diperkirakan proyek ini akan menghabiskan dana sebesar Rp 562 milyar dengan beban jasa pengolahan (tipping fee) sekitar Rp 88,2 milyar per tahun selama 20 tahun. Pembangunan infrastruktur PLTSa tersebut akan dijalankan oleh PT Bandung Indah Raya Lestari (BRIL) sebagai pemenang dalam dua kali proses tender, yaitu tahun 2008 dan pada Juli 2012.
Walhi Jabar juga menyatakan bahwa PLTSa bukanlah teknologi yang ramah lingkungan karena beresiko menyebabkan krisis ekologi. Selain itu, PLTSa dengan menggunakan incinerator dapat meningkatkan beban polusi udara kota Bandung. Dari mesin pembakar sampah tersebut akan dihasilkan zat racun berupa dioxin yang membahayakan sistem syaraf dan menyebabkan kanker pada manusia.
Pembangunan PLTSa ini sudah mendapat perlawanan dari warga sekitar lokasi PLTSa sejak tahun 2006 hingga saat ini. Selain itu, langkah pemerintah kota Bandung untuk membangun PLTSa juga dinilai melanggar Undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
(Rifki A. Fahmi)