“Total dana yang dibutuhkan untuk pencapaian target tahun 2015 itu mencapai Rp 65,3 Triliun. Namun hendaknya dana tersebut dapat dicapai dengan tidak mengandalkan dari pemerintah pusat, tetapi juga dari pemerintah daerah, BUMD, PDAM dan juga partisipasi masyarakat,” kata Djoko di Jakarta saat menyampaikan paparan pada Pertemuan Pusat dan Daerah Penguatan Kelembagaan TKPK Daerah 2011 di Jakarta.
Pemerintah sendiri telah mengeluarkan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat pada 2003 yang dikerjakan oleh Bappenas, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri, dan Departemen Keuangan. Dalam Kebijakan Nasional tersebut, pemenuhan air bersih dan air minum dilakukan antara lain dengan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat untuk mengadakan air bersih, selain peningkatan ketersediaan air bersih oleh pemerintah daerah melalui perusahaan air minum daerah.
Di berbagai daerah di Indonesia, terutama di perkotaan, pemda melalui PAM masih terengah-engah untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya. Di Jakarta misalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan layanan air perpipaan di Jakarta baru menyentuh 24,18% penduduk. Padahal tingkat kebutuhan air di Jakarta mencapai 548 juta meter kubik air tawar bersih per tahun untuk kebutuhan rumah tangga dan 30 persen lebih besar lagi untuk kebutuhan industri, perkantoran dan hotel.
Tidak jauh beda di berbagai daerah. Di Kota Langsa, Aceh Timur, PDAM ”Tirta Kemuning” hanya mampu menyediakan air bagi 40% warganya. Selebihnya menggunakan air tanah melalui pengeboran dan sebagian lain menggunakan air sungai. Direktur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) “ Tirta Kemuning” Kota Langsa, Marzuki mengatakan ketersedia air untuk warga kota langsa belum memadai. Hingga kini baru bisa memproduksi 120 liter air perdetik. Jika dihitung dalam satu jam maka PDAM hanya bisa produksi air 432.000 m3 (meter kubik). Dengan jumlah demikian maka hanya sekitar 40.000 penduduk kota langsa saja yang bisa terlayani.
Melihat keterbatasan Pemda melalui PDAM untuk menyediakan air bersih, ada warga yang berinisiatif menyediakan air bersih sendiri. Seperti Warga Jetisharjo Kelurahan Cokrodiningratan Kecamatan Jetis, Yogyakarta yang mengolah sumber mata air bantaran sungai Code menjadi usaha air bersama secara swadaya melalui Perusahaan air minum’ Usaha Air Bersih (UAB)Tirta Kencana. Perusahaan itu menyediakan air bersih untuk lima wilayah RT dengan 160 KK pelanggan. Pengurus UAB Tirta Kencana Musmodiono, Rabu (21/3) menyampaikan, air minum dijual dengan harga mulai Rp.600, Rp.800, dan Rp.1000 per meter kubik. Penghitungan debit air disesuaikan dengan akumulasi meteran yang dicatat setiap bulan oleh pengurus di tiap RT. Tarif ditentukan dari tiga ukuran yakni penggunaan 0-15 meter, 15-30 meter, dan lebih dari 30 meter. “Rata-rata warga menggunakan 15-30 meter Rp800 per meter kubik. Kira-kira sebulan Rp15.000-Rp20.000 dengan tambahan sewa meteran Rp3500 per bulan,” katanya, di Yogya.
Hak publik
Muhammad Reza, Koordinator Advokasi KRuHA (Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air) mengatakan PDAM di berbagai daerah di Indonesia memang belum mampu memenuhi ketersediaan air bagi warga masyarakat di daerahnya masing-masing. Dia melansir ada sekitar 200 PDAM dalam kondisi sakit dan terlilit hutang luar negeri.
Reza melihat permasalahan air bersih di Indonesia karena pemerintah salah dalam mengelola sumber daya air. Sumber daya air mengarah ke krisis air karena pendekatan pengelolaan air oleh pemerintah mengarah pada komersialisasi dan privatisasi air. Padahal hal tersebut bertentangan dengan konstitusi.
Dalam UUD 1945. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 telah menegaskan peran negara mengelola air untuk memenuhi kebutuhan rakyat guna mencapai kemakmuran, yang berbunyi sebagai berikut:“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
“Di berbagai daerah di Indonesia, terutama di perkotaan, Pemda melalui PAM masih terengah-engah untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi warganya”