Jakarta (Greeners) – Dalam penanganan pencemaran sungai, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya sudah menetapkan Surat Keputusan Daya Tampung Beban Pencemaran (SK DTBP) untuk tujuh sungai, yaitu Sungai Ciliwung, Cisadane, Citarum, Bengawan Solo, Brantas, Kapuas, dan Siak. Tujuan pembuatan SK tersebut adalah untuk menghitung tingkat beban pencemaran sungai yang terjadi sehingga dapat merancang proyeksi penurunan beban pencemaran kedepannya.
Menteri Siti menyebutkan SK DTBP ini pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI. Dari keterangan resmi yang diterima Greeners, raker tersebut menyoroti masalah pencemaran sungai yang terjadi pada Sungai Citarum, Cisadane dan Ciujung. Khusus Sungai Citarum yang membentang dari Kabupaten Bandung hingga Kabupaten Bekasi, sungai ini sudah mendapatkan perhatian internasional akibat kondisinya yang sangat tercemar.
Siti mengatakan untuk masalah Sungai Citarum Presiden Jokowi sudah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum untuk mempercepat pemulihan Sungai Citarum dari pencemaran yang terjadi.
“Data menunjukkan kondisi air sungai Citarum 54% tercemar berat, 23% tercemar sedang, 20% tercemar ringan dan hanya 3% yang memenuhi baku mutu,” ungkap Siti dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis (22/11/2018).
BACA JUGA: Emil Salim: Sungai Jakarta Perlu Pola Penanganan seperti Citarum
Siti mengatakan bahwa pencemaran di Sungai Citarum berdasarkan beban pencemaran eksisting sudah melampaui DTBP. “Contoh beban pencemaran Citarum di Sub DAS Cikapundung sudah mencapai 77.341,19 kg/hari, sementara daya tampungnya hanya 19.335,30 kg/hari, ini berarti sudah empat kali lipatnya. Ini harus segera diturunkan bebannya. Secara keseluruhan, dari hulu ke hilir, penurunan beban pencemaran Sungai Citarum harus mencapai 303.552,30 kg/hari,” kata Siti.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sumber pencemaran terbesar Sungai Citarum berasal dari pencemaran domestik berupa air limbah rumah tangga dan sampah, kemudian dari peternakan, industri serta perikanan.
Siti menyatakan bahwa KLHK telah memiliki program untuk mendorong percepatan pengendalian pencemaran Sungai Citarum, seperti program penurunan beban pencemar industri; stasiun pemantauan kualitas air secara otomatis, kontinyu dan online; penanganan sampah terpadu serta dukungan penegakan hukum.
BACA JUGA: KLHK Berikan Bantuan Dana 12 Miliar untuk Pengelolaan Sampah Sungai Citarum
Mengenai pencemaran di Sungai Cisadane yang membentang dari Kabupaten Bogor hingga Kabupaten Tangerang, berdasarkan data awal diketahui bahwa kondisi kualitas air Sungai Cisadane aktual berada pada kelas IV yang merupakan kelas terendah kualitas air sungai.
“Pada periode tahun 2015-2019 ditargetkan mutu air akan mencapai kelas III dan pada periode 2020-2024 akan mencapai kelas II sesuai yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengedalian Pencemaran Air,” ujar Siti.
Siti mengatakan hampir sama dengan Sungai Citarum, pencemaran pada Sungai Cisadane juga didominasi oleh pencemar domestik yang angkanya mencapai 83,99%, disusul pencemar industri (8,39%), pencemar peternakan (3,94%), pencemar pertanian (2,46%), pencemar prasarana dan jasa (0,71%) dan pencemar perikanan (0,51%).
Terkait pencemaran di Sungai Ciujung, yaitu sungai yang membentang sepanjang 142 km dari Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang hingga Kabupaten Serang, KLHK menemukan data awal tahun 2017 jika kondisi Sungai Cisadane masuk kategori tercemar berat.
Siti mengatakan, KLHK bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan terus melakukan pemantauan DTBP air di Sungai Ciujung dan melakukan pembinaan industri di sepanjang aliran, baik skala besar dengan pendekatan PROPER maupun industri skala kecil dengan sosialisasi dan bimbingan teknis pengelolaan limbah skala kecil.
“Namun upaya penanganan pencemaran sungai ini bukan semata menjadi tanggung jawab KLHK, melainkan juga melibatkan lintas sektor dan melibatkan kerjasama pusat dan daerah, seperti Pemda Jawa Barat, Kementerian PUPR, TNI, Polri dan Kejaksaan,” kata Siti.
Penulis: Dewi Purningsih