Jakarta (Greeners) – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengembalikan atau re-ekspor sampah plastik ilegal yang diselundupkan ke Indonesia dari beberapa negara di Eropa. Setidak ada 16 kontainer barang impor yang disusupi sampah plastik dan akan dikembalikan.
Sebelumnya Ecoton sebagai LSM yang mengawal kasus impor ilegal ini mendesak pemerintah dan perusahaan surveyor (ketiga) untuk mengendalikan penyelundupan sampah plastik ke daerah Jawa Timur.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan permasalahan penyelundupan sampah plastik ilegal ini terjadi bukan kali ini saja. Namun, ketika tahun 2015-2016 penyelundupan ini sudah terjadi dan terdapat 40 kontainer yang dikembalikan.
“Soal sampah yang masuk ke kita itu berupa plastik tidak legal. Oleh karena itu kita akan melakukan re-ekspor. Dan hal seperti ini bukan hal yang pertama terjadi, pada tahun 2015-2016 kita juga mengembalikan puluhan kontainer. Memang bertahap karena diperlukan nego-nego,” ujar Siti saat ditemui pada acara Halal Bihalal di Manggala Wanabhakti, Jakarta, Senin (10/06/2019).
Siti mengatakan bahwa dari sisi pencegahan, KLHK sudah meminta kepada Menteri Perdagangan untuk melakukan revisi Permendag No.31/2016. Revisi dilakukan pada penegasan secara spesifik tentang HS Code (sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasi produk perdagangan).
“Jadi jangan sampai ada ruang di mana HS Code yang diperbolehkan untuk masuk ke Indonesia terselundupi oleh HS Code barang yang tidak boleh masuk. Hal itu sudah dirapatkan dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekuin) dan kita sedang memproses itu. Selain itu juga kita lakukan revisi permen daerah supaya dibahas kembali tentang code-code impor tersebut,” jelas Siti.
Tidak Menutup Keran Impor Sampah
Berdasarkan data Aliansi Zero Waste Indonesia, pada Juli 2018 yang lalu, pemerintah Malaysia mencabut izin impor 114 perusahaan dan telah menargetkan pelarangan impor pada 2021. Thailand juga menargetkan pelarangan impor sampah plastik akibat kenaikan drastis impor sampah plastik mereka dari Amerika sebesar 2.000% (91.505 ton) pada 2018. Vietnam pun sudah tidak lagi mengeluarkan izin baru untuk impor sampah plastik, kertas, serta logam. Belum lama China juga sudah menutup keran impor sampah plastik.
Bagi Indonesia mengikuti jalan ketiga negara tersebut agaknya terlalu sulit. Disampaikan Siti bahwa untuk menutup keran impor ini tidak diperbolehkan. Oleh karenanya KLHK dalam hal ini peraturannya harus secara spesifik dan jelas.
“Untuk menutup impor seperti China yang pasti untuk sampah tidak boleh, walaupun sebenarnya di Konvensi Basel bulan Mei tahun lalu (2018) memperkuat kalau tidak boleh ada impor sampah. Itulah kenapa saya bilang di Menteri Perdagangan harus jelas peraturannya. Karena, definisi sampah kita jelaskan ke kementerian lain ini cukup panjang juga berdebatnya. Jadi memang yang paling penting peraturannya dan spesifikasinya harus jelas. HS Code di bea cukai harus jelas.” tegas Siti.
Siti melanjutkan bahwa peran masing-masing kementerian sangat jelas, izin yang mengeluarkan Kemendag, HS Code ada di Bea Cukai, KLHK sebagai perekomendasi. “Rekomendasi ini dijalankan dengan pemeriksaan ke lokasi barangnya seperti apa. Makanya kalau rekomendasi kita tahan, mereka (kementerian lain) ini agak rewel,” ujarnya.
Sementara itu, pada sebelumnya Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mendesak pemerintah dan perusahaan sebagai surveyor untuk lebih tegas terhadap penyelundupan impor sampah plastik ke Indonesia khususnya yang berada di Jawa Timur.
Pasalnya, berdasarkan hasil pemantauan Ecoton pada bulan februari 2019 telah ditemukan buangan limbah cair di 12 industri kertas di DAS Brantas, Jawa Timur sebagai penampung impor sampah kertas. Ditemukan serpihan mikroplastik yang berbentuk, Fiber, Fragment, dan Lembaran.
“Dalam proses produksinya 12 pabrik kertas menggunakan bahan baku kertas bekas (used paper) impor yang bercampur sampah plastik (sampah gado-gado). Industri- industri tersebut membuang plastik dalam bentuk scrab dan plastik sampah (botol minuman, sachet, kantong kresek, popok, sepatu dan beragam barang bekas). Tumpahnya sampah-sampah, kotoran rumah tanggah dari Amerika serikat, Australia, Kanada, New Zealand dan Inggris adalah bukti Bocornya pengawasan terhadap impor kertas bekas,” ujar Prigi.
Penulis: Dewi Purningsih