Jakarta (Greeners) – Dewan Perwakilan Rakyat dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengesahkan tarif cukai untuk produk plastik. Tarif cukai spesifik dikenakan pada kantong plastik dengan besaran Rp30.000 per kilogram atau Rp450 hingga Rp500 per lembar. Penetapan target penerimaan negara di bidang cukai ini dimasukkan dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta Nota Keuangan Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan cukai kantong plastik dilatarbelakangi fenomena sampah plastik di darat, sungai, maupun di laut. Sri menilai cukai menjadi salah satu instrumen untuk mengendalikan konsumsi plastik di negara Indonesia. Menurutnya meskipun pelarangan penggunaan kantong plastik telah diterapkan di 22 daerah, tetapi penegakan hukum di lapangan masih sulit.
Baca juga: Pemprov DKI Larang Pemakaian Plastik Mulai Juli 2020
“Potensi penerimaan cukai dengan konsumsi kantong plastik 53.5 juta kilogram per tahun adalah Rp1.6 triliun dengan asumsi konsumsi kantong plastik sudah turun 50 persen,”ujar Sri Mulyani pada Rapat Kerja dengan Membahas Ekstensifikasi Cukai Kantong Plastik di DPR, Jakarta, Rabu (19/02/2020) pagi.
Objek plastik yang dikenakan cukai yakni kantong plastik seperti tas kresek dengan ketebalan kurang dari 75 mikron. Pengecualian objek cukai berupa barang yang diekspor, rusak, musnah atau kemasan non pabrikasi seperti kantong pengemas gula. Pembayaran cukai berlaku pada saat dikeluarkan dari pabrik atau pelabuhan.
Pengesahan cukai plastik juga didukung oleh organisasi masyarakat sipil. Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira, misalnya, mengatakan cukai bisa mengatur produk dari hulu atau saat plastik diproduksi. Dengan diberlakukan secara nasional, menurutnya ini merupakan suatu terobosan. Karena tujuan cukai untuk mengendalikan produk yang memiliki dampak negatif.
Menurut Tiza, ke depan perlu dimonitoring peredaran plastik nasional berkurang atau tidak. Kalau tidak berkurang artinya tarif cukai perlu dinaikkan lagi agar mencapai tujuan pengendalian plastik di Indonesia. “Kalau berdasarkan survei yang dulu pernah dilakukan GIDKP, Rp500 per lembar itu paling minimal. Kalau di bawah itu orang masih banyak yang mau beli,” ujar Tiza.
Baca juga: Pasar Tebet Barat dan Timur Menjadi Pelopor Pasar Bebas Plastik
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menuturkan bahwa cukai harus dikenakan terhadap berbagai kemasan plastik. Contohnya seperti kemasan makanan, minuman, dan produk kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods). Sedangkan untuk produk plastik sekali pakai, seperti kantong dan sedotan plastik, pelarangan yang perlu diutamakan. Menurut Atha cukai plastik harus menjadi pendorong bagi perusahaan untuk menerapkan ekonomi sirkuler dengan mengutamakan penggunaan kembali (reuse) dan isi ulang (refill).
“Masalah sampah plastik sudah mencapai titik kritis, di mana daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) pun sudah terlampaui. Alhasil, sungai hingga lautan kini juga menjadi tempat sampah. Pemerintah pun mempunyai target terdekat untuk mengurangi sampah di lautan sebesar 70 persen pada 2025 dan terbebas dari polusi plastik tahun 2040. Langkah nyata dan cepat perlu segera dilakukan,” ujar Atha.
Penulis: Dewi Purningsih
Editor: Devi Anggar Oktaviani