Jakarta (Greeners) – Penyelenggaraan konsep pariwisata di Indonesia dinilai masih belum memenuhi prinsip keberlanjutan. Pengembangan pariwisata yang mengatasnamakan ekowisata yang ada saat ini disebut bukan termasuk ke dalam ekowisata sejati (true ecotourism). Laporan Sajogyo Institute (2017) menyebut hal tersebut disebabkan karena tak terpenuhinya syarat-syarat utama pengembangan ekowisata seperti, prinsip pelestarian alam, keberlanjutan kehidupan masyarakat lokal, dan pengembangan pendidikan.
Peneliti Sajogyo Institute Eko Cahyono menjelaskan seringkali bisnis pariwisata Indonesia berorientasi pada wisata alam bukan ke arah ekowisata. Selain itu, sering ditemukan pula pariwisata yang mengarah pada pariwisata berbasis industri (industrial-based tourism) yang bergerak dengan target pengunjung besar.
“Wisata alam adalah satu konsep yang ingin menonjolkan bagaimana destinasi itu dinikmati sehingga membolehkan semua fasilitas-fasilitas pendukungnya,” ucap Eko, saat diwawancara Greeners, Rabu, (9/9/2020).
Baca juga: AMAN: Pengaturan Evaluasi RUU Masyarakat Adat Membahayakan
Eko menjelaskan terdapat tiga elemen dalam menjalankan pariwisata, yakni atraksi, amenitas atau fasilitas pendukung, dan aksesibilitas. Ia menuturkan wisata alam memperbolehkah pembangunan ketiga unsur tersebut selama tujuan untuk menikmati destinasi tercapai. Sebaliknya, penerapan ekowisata, kata dia, tidak sebebas itu.
“Kalau ekowisata mewajibkan banyak hal, seperti tidak boleh mengubah ekosistem yang ada, harus ada unsur pendidikan, dan ada ruang riset untuk mengelola pengetahuan. Terakhir, mendahulukan masyarakat lokal atau community-based tourism, bukan industrial-based tourism,” ujarnya.
Menurutnya ekowisata tak bisa memakai pendekatan pariwisata berbasis industri. Jika tetap dilakukan, hal tersebut akan menyebabkan suatu wilayah konservasi rusak. Ia menuturkan pentingnya memastikan peran masyarakat lokal sebagai aktor utama dalam mengembangkan wisata alam. “Masyarakat juga mampu membuat pariwisata lokal yang menarik, seperti Alex Waisimon yang berhasil membuat wisata Bird Watching di Tanah Papua,” ucapnya.
Kebijakan dan sinergitas antara seluruh pihak, kata dia, dibutuhkan agar sumber daya alam dalam konservasi tetap terlindungi dan ekonomi wisata juga tetap terjaga.
Prinsip Penyelenggaraan Pariwisata
Pemanfaatan konservasi alam sebagai bagian dari pariwisata berkelanjutan bukanlah hal baru. Mengubah lahan konservasi menjadi wisata alam dinilai dapat memberikan peluang ekonomi. Namun, hal tersebut juga akan berdampak terhadap keberlangsungan sumber daya alam di dalamnya.
Direktur Pemanfaatan Jasa Lingksungan Hutan Konservasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nandang Prihadi mengatakan terdapat lima prinsip penyelenggaraan pariwisata alam di kawasan konservasi. Kelima hal tersebut di antaranya konservasi, edukasi, rekreasi, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat.
“Jadi zonasi blok harus clear, rencana pengelolaan ada, rencana induk pengembangan pariwisata, dan ada desain tapak untuk kawasan tersebut. Kemudian ada kerja samanya dan bagaimana investasinya,” ucap Nandang dalam dalam webinar Pariwisata Berkelanjutan Investasi Usaha Wisata di Kawasan Konservasi, Jumat, (28/8).
Baca juga: Yayasan Ekosistem Lestari: Hutan Tak Lagi Jadi Tempat Aman bagi Orangutan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kata dia, memiliki strategi dalam mendorong investasi wisata alam di kawasan konservasi. Strategi tersebut merupakan penyederhanaan dari lima prinsip sebelumnya, yakni komunitas, komoditas, dan konservasi.
“Jadi, community–nya harus ikut terlibat dalam pengembangan wisata alam konservasi. Jangan sampai kita membangun sarana prasarana wisata, tetapi community–nya tertinggal. Kita juga sekarang mendorong adanya community based eco-tourism,” kata Nandang.
Menurutnya penting untuk mempertimbangkan potensi kawasan lain yang berdekatan dengan wisata alam saat memanfaatkan kawasan konservasi sebagai tempat wisata alam. Selanjutnya perlu diperhatikan juga teknis konservasi dalam pembangunannya.
Penulis: Ida Ayu Putu Wiena Vedasari
Editor: Devi Anggar Oktaviani