Masyarakat Sipil Serukan ‘Indonesia is Not For Sale’ pada HUT RI ke-79 di IKN

Reading time: 3 menit
Masyarakat sipil menyerukan 'Indonesia is Not For Sale' pada HUT RI ke-79 di IKN. Foto: Greenpeace Indonesia
Masyarakat sipil menyerukan 'Indonesia is Not For Sale' pada HUT RI ke-79 di IKN. Foto: Greenpeace Indonesia

Jakarta (Indonesia) – Tidak jauh dari lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN), sejumlah organisasi masyarakat sipil dan warga di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, menggelar serangkaian kegiatan untuk memperingati HUT RI ke-79. Namun, berbeda dengan acara megah yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi). Perayaan ini menjadi momen bagi masyarakat untuk menyuarakan berbagai keresahan mengenai kerusakan lingkungan hidup dan pelemahan demokrasi di tanah air.

Rangkaian acara dimulai dengan upacara memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang ke-79. Puluhan masyarakat dari berbagai desa serta organisasi masyarakat sipil menggelar upacara bendera di kawasan Pantai Lango, Kecamatan Penajam.

Acara selanjutnya adalah pembentangan sebuah kain merah berukuran 50Γ—15 meter di Jembatan Pulau Balang. Kain itu bercorak tulisan putih yang berbunyi “Indonesia is not for sale, Merdeka!”. Sejumlah aktivis Greenpeace membentangkan kain tersebut.

Beberapa banner lainnya juga terlihat berkibar dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan di bawah jembatan. Beberapa di antaranya bertuliskan β€œSelamatkan Teluk Balikpapan”, β€œTanah untuk Rakyat”, β€œDigusur PSN, Belum Merdeka 100%”, β€œBelum Merdeka Bersuara”, β€œ79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah”, dan lainnya.

BACA JUGA: HUT RI di IKN: Peringatan Kemerdekaan yang Dibayangi Masalah Lingkungan

Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, mengatakan bahwa permintaan maaf Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan kemarin tidak berarti apa-apa setelah satu dekade pemerintahannya membawa Indonesia semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan.

β€œDi akhir masa jabatannya Jokowi mewariskan berbagai masalah ketidakadilan. IKN yang dia banggakan nyatanya merupakan proyek serampangan dan ugal-ugalan. Proyek itu tak hanya merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal, melainkan juga memberikan karpet merah untuk oligarki.Β  Ibarat mengobral negara ini, Jokowi memberikan izin penguasaan lahan hingga 190 tahun untuk investor di Nusantara. Kerusakan lingkungan akibat pembangunan IKN juga akan berimbas memperparah krisis iklim,” kata Arie lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8).

Masyarakat sipil menyerukan 'Indonesia is Not For Sale' pada HUT RI ke-79 di IKN. Foto: Greenpeace Indonesia

Masyarakat sipil menyerukan ‘Indonesia is Not For Sale’ pada HUT RI ke-79 di IKN. Foto: Greenpeace Indonesia

Eksploitasi Lingkungan di Kalimantan Timur

Sebelum pembangunan IKN di Kalimantan Timur, Pulau Kalimantan telah mengalami eksploitasi. Kolusi antara pemerintah dan oligarki sawit serta bubur kertas menjadi pendorong utama deforestasi seluas 15 juta hektare serta perampasan tanah masyarakat adat dan lokal.

Data Forest Watch Indonesia (FWI) mencatat, sekitar 20 ribu hektare hutan di area IKN hilang selama lima tahun terakhir. Total tutupan hutan alam yang tersisa di wilayah IKN hanya 31.364 hektare, termasuk kawasan hutan mangrove seluas 12.819 hektare. Tekad Jokowi membangun Nusantara sebagai β€˜forest city’ tampak hanya retorika.Β  Sebab, tidak dibarengi dengan upaya melindungi hutan alam yang tersisa dan memulihkan yang rusak.

IKN mencerminkan ilusi kemegahan dalam perayaan kemerdekaan ke-79. Para pengembang dan pemerintah telah menjebak kebanggaan nasionalisme dan kebangsaan pada kemegahan infrastruktur semata. Sementara, mereka mengaburkan fakta lapangan seperti konflik agraria, dampak ekologis, dan kriminalisasi.

“Proyek pembangunan IKN juga melahirkan silent victims. Seperti orang utan, bekantan, pesut, dan keanekaragaman hayati di lanskap Teluk Balikpapan. Habitat dan eksistensinya terancam, tapi mereka tak bisa bersuara,” kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, Fathur Roziqin Fen.

IKN Berdampak pada Kesejahteraan Rakyat

Juru Kampanye Trend Asia, Meike Inda Erlina, mengatakan bahwa di balik megahnya cerita pembangunan ibu kota negara di depan dunia internasional, Jokowi justru mewariskan beban ekonomi dan kerusakan ekologis kepada rakyat.

“APBN yang seharusnya pemerintah investasikan untuk kepentingan mendesak kesejahteraan rakyat malah mereka hambur-hamburkan demi proyek mercusuar yang menyengsarakan rakyat. Laporan β€œIbu Kota Baru untuk Siapa” dari Koalisi #BersihkanIndonesia menemukan indikasi bahwa penerima keuntungan dari proyek bisnis ini tak lain elite ekonomi-politik yang terhubung dengan pemerintahan saat ini,” kata Meike.

Menurut Greenpeace Indonesia, pemerintah seharusnya memulihkan Kalimantan Timur yang terkena dampak krisis multidimensi. Namun, Jokowi justru melanggengkan praktik kolonial dengan memberi pengampunan dosa dan bonus berbisnis pengadaan infrastruktur di IKN kepada para investor dan oligarki.

BACA JUGA: Investor Dapat HGU Sampai 190 Tahun, IKN for Sale?

Pembangunan megaproyek IKN pun tidak hanya mendatangkan masalah bagi warga di Pulau Kalimantan. Masyarakat di Palu, Sulawesi Tengah, turut terpapar debu akibat pertambangan batu dan kerikil untuk bahan material IKN.

Pemindahan ibu kota juga tidak otomatis menyelesaikan berbagai persoalan Jakarta, seperti masalah sampah plastik, banjir menahun, kemacetan, hingga polusi udara. Pemindahan ibu kota negara secara tiba-tiba tanpa mengoreksi watak pembangunan selama ini yang ekstraktif dan tidak berkelanjutan adalah langkah yang keliru.

Perlu ada perombakan kebijakan struktural yang lebih komprehensif, partisipatif, dan inklusif, yang mengedepankan kelestarian lingkungan. Sehingga, proyek pembangunan sebuah kotaβ€”baik di Jakarta maupun di Penajam Paser Utaraβ€”tidak menjadi bancakan segelintir oligarki.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top