Jakarta (Greeners) – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) masih mendapati fakta tentang buruknya akses masyarakat pesisir terhadap air bersih. Akibatnya, masyarakat pesisir yang tinggal di 10.666 desa pesisir harus mengeluarkan biaya besar untuk mengonsumsi air bersih.
Arman Manila, Pelaksana Sekretaris Jenderal KIARA mengingatkan bahwa air bersih adalah hak dasar warga negara seperti yang tertuang pada Pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Namun yang terjadi adalah privatisasi, minimnya sarana pelayanan dan buruknya kualitas lingkungan di kampung-kampung nelayan membuat masyarakat pesisir harus membeli air bersih tiap hari.
“Di kampung nelayan Muara Baru dan Marunda, Jakarta Utara, contohnya, untuk memenuhi kebutuhan minum dan memasak, keluarga nelayan harus membayar sebesar Rp10.000 untuk mendapatkan air bersih sebanyak 100 liter tiap harinya. Padahal penghasilan mereka hanya Rp 25.000 per hari atau Rp 750.000 dalam sebulan,” terangnya, Jakarta, Kamis (23/03).
BACA JUGA: Instalasi Pengolahan Air Limbah Zona 1 Pluit Siap Dikembangkan
Hal yang sama pun dialami oleh keluarga nelayan di Gresik, Jawa Timur. Di sana masyarakat nelayan harus menyiapkan biaya sebesar Rp15.000 dari kisaran pendapatan sebesar Rp 20.000-Rp 40.000 per hari untuk 100 liter air bersih. Demikian pula keluarga nelayan di Bengkalis, Kepulauan Riau.
“Setiap keluarga nelayan harus mengalokasikan minimal Rp 8.000 dari kisaran pendapatan sebesar Rp 20.000–Rp 50.000 per hari untuk mendapatkan 30 liter air bersih,” kata Arman.
Menurut Arman, untuk wilayah Jakarta, Pemprov DKI malah memberikan solusi palsu terhadap gagalnya pengelolaan air Jakarta melalui proyek pembuatan tanggul raksasa “Giant Sea Wall”. Pemprov tetap membangun 17 pulau dengan mereklamasi pantai utara Jakarta yang diklaim oleh Pemprov DKI sebagai solusi untuk mengatasi banjir sekaligus menyediakan sumber air baku bagi layanan air warga Jakarta.
“Pusat Data dan Informasi KIARA menemukan fakta bahwa reklamasi ini justru akan merampas 25.000 kepala keluarga masyarakat pesisir di Teluk Jakarta. Proyeksi menahan gelombang laut yang masuk ke wilayah daratan sekaligus menampung limpahan air sungai melalui proyek normalisasi sungai bukan solusi yang dapat mengembalikan hak masyarakat pesisir atas air bersih,” tegas Arman.
BACA JUGA: Kementerian PUPera Gunakan Dua Pendekatan Khusus Penanganan Air Limbah
Susan Herawati, Deputi Pengelolaan Program KIARA, menyatakan, air seharusnya untuk rakyat. Menurutnya, masyarakat tidak butuh solusi palsu dari pemerintah, baik melalui reklamasi atau pun privatisasi air. Negara bertanggung jawab, menjamin hak serta akses masyarakat pesisir atas air bersih dan tidak lagi meneruskan kegagalan pengelolaan air untuk rakyat melalui solusi-solusi palsu.
“KIARA mendesak Pemerintah untuk menghentikan praktik privatisasi dan komersialisasi sumber daya air yang berpotensi mendiskriminasi pemenuhan hak dasar warga negara, termasuk masyarakat pesisir,” kata Susan.
Penulis: Danny Kosasih