Masyarakat Perlu Ketahui Risiko Kesehatan dari Pakaian Sintetis

Reading time: 2 menit
Ilustrasi pakaian sintetis. Foto: Freepik
Ilustrasi pakaian sintetis. Foto: Freepik

Jakarta (Greeners) – Pakaian berbahan serat sintetis yang terbuat dari campuran plastik dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia. Masyarakat penting untuk mengetahui hal ini.

Masyarakat seringkali tidak mengetahui bahan atau material dari pakaian yang mereka kenakan sehari-hari. Pakaian yang terbuat dari bahan sintetis atau campuran plastik seperti poliester, akrilik, nilon, dan spandeks umumnya dianggap aman bagi kesehatan manusia. Namun, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai potensi dampak kesehatan akibat paparan mikroplastik dari bahan pakaian sintetis. 

Peneliti Mikroplastik Ecological Observation & Wetlands Consevation (Ecoton), Rafika Aprilianti mengatakan kain sintetis dapat terdegradasi menjadi mikroplastik. Lalu, berpotensi masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau pencernaan (konsumsi).

BACA JUGA: Bahaya Mikroplastik dari Pemanasan Makanan Berbungkus Plastik

Ecoton mencoba meneliti kain putih-hitam sintetis dalam sekali pencucian. Hasil dari pencucian itu menghasilkan mikroplastik sebanyak 1.168 partikel.

“Dampak jangka panjang apabila mikroplasik masuk ke dalam tubuh yaitu bisa mengganggu sistem kerja hormon, khususnya hormon reproduksi. Penelitian terbaru juga menemukan bahwa mikroplastik dapat membentuk plak pada pembuluh darah. Hal itu menyebabkan aliran darah tidak lancar,” kata Rafika kepada Greeners lewat keterangan tertulisnya, Selasa (23/7).

Pakaian Sintetis Mengandung Kimia Berbahaya

Sementara itu, pakaian sintetis juga mengandung senyawa kimia phtalate dan triclosan. Paparan phthalates ini berkaitan dengan gangguan endokrin yang dapat mempengaruhi sistem reproduksi, perkembangan, dan fungsi hormon tubuh.

Kemudian, lanjut Rafika, senyawa triclosan dapat mengganggu fungsi tiroid dan sistem endokrin. Paparan jangka panjang akibat senyawa kimia juga bisa mengakibatkan resistensi antibiotik, kondisi bakteri, virus, jamur dan parasit tidak mampu dimatikan oleh antibiotik.

BACA JUGA: Terbangkan Drone, Peneliti Cilik Temukan Mikroplastik di Langit Kediri

Pakaian berbahan sintetis tidak hanya berisiko pada kesehatan. Limbah dari pakaian ini juga menjadi salah satu penyumbang mikroplastik di lingkungan, terutama sungai.

“Maka dari itu, untuk mengurangi pencemaran lingkungan, masyarakat mesti meminimalisasi gaya hidup fast fashion dan tidak membeli baju terus-menerus. Masyarakat juga bisa memilih pakaian dengan serat kain berbahan dasar organik, misalnya katun atau wol,” imbuh Rafika.

Sebagian Orang Sulit Percaya

Fashion Designer asal Los Angeles, Don Kaka dalam sebuah videonya di Instagram pun menyampaikan bahwa bahan nilon dan poliester pada pakaian atletik terbuat dari campuran plastik. Namun, lanjutnya, banyak orang belum percaya terhadap fakta ini.

“Sepertinya mereka bahkan tidak percaya padaku saat aku memberi tahu mereka soal hal itu. Kenyataan itu memang sulit mereka terima, tetapi justru telah menyebabkan penyakit dalam diri mereka,” kata Kaka.

Kaka menambahkan, bahan nilon dan poliester telah diproses secara murni dari plastik. Maka dari itu, tak heran apabila pakaian ini dapat menyerap kelembapan. Sebab, ada banyak bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatannya.

Indonesia Konsumsi Mikroplastik Terbanyak

Indonesia, Malaysia, dan Filipina menduduki peringkat teratas dalam daftar konsumsi mikroplastik per kapita global. Penemuan itu berdasarkan hasil riset yang terbit dalam jurnal Environmental Science & Technology.

Secara keseluruhan, penelitian ini menemukan bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik per bulan. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan negara lain yang sebagian besar partikel plastik berasal dari sumber air seperti makanan laut. Jumlah tersebut juga meningkat 59 kali lipat selama tahun 1990 hingga 2018.

Sementara itu, riset ini menunjukkan bahwa Tiongkok, Mongolia, dan Inggris menduduki peringkat teratas dalam daftar negara-negara yang paling banyak menghirup mikroplastik. Studi oleh peneliti Cornell University, Fengqi You ini telah memetakan serapan mikroplastik di 109 negara.

 

Penulis: Dini Jembar Wardani

Editor: Indiana Malia

Top