Jakarta (Greeners) – Keberhasilan Indonesia dalam program swasembada beras pada tahun 1984 yang juga sempat mendapatkan penghargaan dari lembaga pangan internasional Food and Agriculture Organization (FAO) kini sudah tidak berlanjut lagi.
Namun, keberhasilan swasembada beras pada kala itu membuat ketergantungan masyarakat Indonesia akan beras semakin tinggi. Akhirnya beras pun menjadi pangan utama masyarakat. Padahal, Indonesia dengan keberagaman budayanya membuat tidak semua daerah mengonsumsi beras sebagai pangan utamanya.
Direktur Eksekutif Yayasan KEHATI, MS Sembiring, menerangkan, ketergantungan masyarakat pada beras yang begitu besar semakin terlihat dari jumlah beras yang tiap tahunnya perlu diimpor untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.
Padahal, jelasnya, menurut data Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, negara ini memiliki 77 jenis karbohidrat yang berpotensi sebagai sumber pangan. Seperti, serealia (padi, jagung, sorghum, hotong, jali, jawawut, dll), ubi-ubian (singkong, ubi jalar, talas, sagu, ganyong, garut, gembili, gadung, dll), dan buah (sukun, pisang, labu kuning, buah bakau, dll).
“Namun ,sayangnya, hanya beras yang selalu didorong sebagai sumber pangan,” ujar Sembiring pada diskusi pakar yang diadakan oleh yayasan KEHATI di Jakarta, Rabu (22/10).
Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Sri Sulihanti, berpendapat, bahwa program pemberian beras untuk rakyat miskin (raskin) yang dilakukan oleh pemerintah justru malah menjadikan kebiasaan pada masyarakat untuk mengonsumsi beras.
“Sekarang masyarakat miskin itu sudah kecanduan nasi. Padahal, sebelumnya mereka masih nyaman dengan pangan lokal non beras,” jelasnya.
Menurut Sri, umbi-umbian sebenarnya sudah sedari lama sangat dekat dengan masyarakat Indonesia. Akan tetapi persepsi masyarakat akan konsumsi nasi sebagai pangan pokok membuat sumber pangan ini sedikit tersingkirkan.
Dari sisi kebijakan, Sri melanjutkan, pemerintah sebenarnya sudah mendorong diversifikasi pangan ini untuk mengajak masyarakat tidak terlalu tergantung pada beras. Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Pangan Lokal dan Peraturan Kementrian Pertanian Nomor 43 Tahun 2009 tentang Percepatan Konsumsi Pangan adalah beberapa contohnya.
Akan tetapi, penganekaragaman pangan yang sudah berjalan beberapa dekade itu justru kurang berhasil. Padahal keragaman pangan ini bisa menjadi solusi Indonesia menghadapi tantangan terkait ketersediaan pangan.
“Beberapa sumber pangan selain padi sebenarnya mampu bertahan di kondisi kering, sehingga bisa menjadi solusi ketersediaan pangan saat kekeringan,” terangnya.
(G09)