Jakarta (Greeners) – Saat ini pemerintah sedang fokus menggenjot pendapatan negara dari sektor pariwisata. Anggaran miliaran rupiah telah dikeluarkan untuk membangun berbagai infrastruktur penunjang. Namun upaya itu masih terhambat masalah sampah. Kemenko Bidang Kemaritiman melalui Kedeputian SDM, Iptek dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin mengatakan jika permasalahan sampah ini tidak cukup hanya soal aturan saja.
“Aturan mengenai kebersihan sudah banyak yang dibuat, namun hingga kini implementasinya masih dibawah ekspektasi. Kunci implementasi yang paling penting adalah di kepala daerah dengan kebijakan-kebijakan pengolahan dan pengelolaan sampah serta anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah,” kata Safri pada acara workshop pengelolaan sampah di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara, Kamis (07/02/2019).
BACA JUGA: Hari Gunung Internasional, Sampah Pendaki Masih Menjadi Masalah
Menurut siaran pers yang diterima oleh Greeners, Safri mengungkapkan bahwa sesuai dengan rekomendasi Bank Dunia idealnya pengelolaan sampah membutuhkan dana USD 15/kapita setahun, atau 3-5% dari total APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah). Kenyataannya masih banyak daerah di Indonesia yang menganggarkan kurang dari nilai ideal tersebut. Akibatnya, pengelolaan sampah kurang maksimal.
“Pemda dapat menerapkan tarif pajak pengelolaan sampah bagi wisatawan agar berkontribusi pada pengolahan sampah yang mereka hasilkan, dan kini Kementerian Keuangan bersama KLHK dan Kemendagri sedang mengusulkan Dana Insentif Daerah untuk Pemerintah Daerah yang berhasil menangani sampah padatnya termasuk plastik,” kata Safri.
BACA JUGA: Pemerintah Fokus Atasi Masalah Sampah Plastik
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Pendayagunaan Iptek Maritim Nani Hendiarti mengatakan tujuan workshop ini adalah memetakan celah kekurangan pengolahan dan pengelolaan sampah yang selama ini terjadi di kawasan Danau Toba.
“Kami berharap dari mapping gap ini dapat menghasilkan rekomendasi pengelolaan sampah dari hulu ke hilir secara terintegrasi dengan meningkatkan komitmen pemerintah kabupaten dan melibatkan beberapa kementerian dan lembaga yang terkait,” kata Nani.
Nani mengungkapkan masalah yang terjadi akibat sampah di kawasan pariwisata di antaranya kurangnya jumlah TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah, masih banyak penimbunan sampah terbuka (open dumping), belum ada dokumen Kebijakan Strategi Daerah (Jakstradaja) yang dimandatkan dalam Perpres 97/2017. Komitmen pemerintah kabupaten juga masih belum maksimal terlihat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang tidak memprioritaskan penanganan sampah, serta intervensi teknologi untuk pengelolaan masalah sampah belum maksimal.
“Dari temuan tersebut dirumuskan beberapa rekomendasi, yakni adanya dukungan kajian analisis persampahan, dukungan asistensi kepada para bupati untuk pengelolaan sampah yang terstruktur dan terintegrasi masih diperlukan. Kami minta bantuan LHK dan Kementerian PUPR untuk memberikan asistensi ini,” kata Nani.
Nani menambahkan, hal lain yang juga penting adalah disusunnya Rencana Aksi (Renaksi) terstruktur pengelolaan sampah dari TPA dan TPST yang dikoordinasikan oleh KemenPUPR dan Kemenpar. Serta pelibatan pemuka agama dan komunitas untuk melakukan kampanye penyadaran pada pengelolaan sampah plastik dan perlunya dibentuk sebuah tim kerja terpadu untuk mengawal tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi.
Penulis: Dewi Purningsih