Masalah Sampah di Gunung, Penikmat Alam Belum Peduli

Reading time: 3 menit
Sebanyak 1000 kantong sampah dibagikan tim Sapu Gunung kepada pendaki dan 150 kantong sampah kepada Pramuka dalam rangka aksi pungut sampah di Tambora pada perayaan “Dua Abad Tambora Menyapa Dunia” pada April 2015 lalu. Foto: greeners.co/Syaiful Rochman

Jakarta (Greeners) – Permasalahan sampah di gunung, baik yang di dalam kawasan taman nasional maupun yang di luar kawasan, sedikit banyak disebabkan oleh perilaku para pendaki gunung yang belum memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan kawasan wisata gunung dan juga karena tersedianya sarana pembuangan sampah di dalam kawasan wisata gunung.

Hal ini disampaikan oleh Koordinator Gerakan Jambore Sapu Gunung, Syaiful Rochman berdasarkan survei jumlah timbulan sampah di 10 Taman Nasional Gunung dan lima gunung di Indonesia yang dilakukan sejak tanggal 11 hingga 24 April 2016. Survei ini dilakukan oleh Komunitas Sapu Gunung bersama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mahasiswa pecinta alam.

Perilaku para pendaki yang biasa disebut sebagai penikmat alam ini, kata Syaiful, biasanya dikarenakan tidak adanya bekal bagaimana seharusnya berperilaku di alam bebas. Para penikmat alam ini, terusnya, biasanya juga tidak terikat pada sebuah organisasi resmi. Kebanyakan dari para penikmat alam ini adalah para wisatawan yang melakukan wisata alam namun tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam menjaga kelestarian alam saat berwisata.

“Para penikmat alam ini tidak dibekali bagaimana berperilaku di alam bebas. Kawan-kawan pecinta alam akhirnya menilai kalau kerusakan yang terjadi di gunung-gunung, baik Taman Nasional maupun yang bukan, banyak dimulai dari para penikmat alam yang tidak tergabung dalam organisasi resmi,” terang Syaiful saat memaparkan hasil survei komunitas Sapu Gunung terhadap timbunan sampah di 10 Taman Nasional Gunung dan lima Gunung di Indonesia, Jakarta, Rabu (27/04).

Koordinator Gerakan Jambore Sapu Gunung, Syaiful Rochman. Foto: Humas KLHK

Koordinator Gerakan Jambore Sapu Gunung, Syaiful Rochman. Foto: Humas KLHK

Tersedianya wadah atau tempat sampah di kawasan Taman Nasional dan gunung pun, dikatakan oleh Syaiful, berakibat pada kebiasaan pendaki yang akhirnya membuang sampah di wadah yang telah tersedia itu. Akibatnya, para pendaki merasa tidak perlu membawa sampahnya turun.

“Apalagi kalau jarak dari wadah sampah tersebut sekitar 5 kilometer dari pos-pos pendakian, pengelola taman nasional sendiri akan kewalahan. Pasti dibutuhkan banyak orang dan tenaga serta biaya untuk membawa sampah tersebut. Oleh karena itu, jangan sediakan wadah sampah di dalam kawasan,” tegasnya.

Oneng Setyaharini, Asisten deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Pariwisata pun mengakui, permasalahan sampah di lokasi wisata termasuk taman nasional memang masih membutuhkan banyak perhatian. Sesuai dengan indeks daya saing pariwisata tahun 2014, terang Oneng, Indonesia bahkan berada di peringkat 135 dari 141 negara dalam hal keberlanjutan lingkungannya.

Oneng menyatakan bahwa saat ini destinasi wisata Indonesia masih terkenal dengan kesan kumuhnya akibat ketidakmampuan dinas setempat dalam mengatasi permasalahan sampahnya. Oleh karena itu survei yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Jambore Sapu Gunung Indonesia ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bersama.

“Program ini sangat kami tunggu. Destinasi pariwisata yang sekarang ada konotasinya kotor dan banyak sampah. Masih banyak destinasi wisata yang terkesan kumuh karena banyaknya sampah,” tuturnya.

Kementerian Pariwisata sendiri memiliki gerakan Sadar Wisata dan Sapta Pesona yang dibagi menjadi tujuh komponen dasar pembangunan pariwisata. Di antaranya, destinasi wisata harus bersih, kondusif dari keamanan, kesejukan, dan masyarakat lokalnya ramah pada wisatawan.

“Kami sudah kumpulkan 400 masyarakat di daerah destinasi dan ada sosialisasi tentang apa itu Sapta Pesona. Dengan adanya program Jambore Sapu Gunung ini bisa menjadi kekuatan bagi kami di destinasi pariwisata, dimana pemerintah sedang konsentrasi mengembangkan 10 destinasi, salah satunya Bromo,” tambahnya.

Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Kementerian LHK Tuti Hendrawati Mintarsih juga mengakui bahwa saat ini, masih cukup sulit mengendalikan timbunan sampah di kawasan wisata gunung maupun Taman Nasional gunung. Sejak digabungnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ujarnya, memang telah banyak permintaan dari Taman Nasional untuk diadakan edukasi dan pelatihan tentang bagaimana mengelola sampah di Taman Nasional.

Sebagai informasi, sebanyak 10 Taman Nasional Gunung dan lima gunung di Indonesia telah disurvei oleh komunitas Sapu Gunung bersama dengan KLHK dan mahasiswa pecinta alam. Dari 15 lokasi tersebut, ada delapan lokasi yang hasil surveinya telah keluar. Kedelapan lokasi tersebut yaitu Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Gunung Rinjani, Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Gunung Merbabu, Taman Nasional Gunung Merapi, Gunung Sindoro, Gunung Argopuro dan Gunung Prau.

Survei timbulan sampah di 10 Taman Nasional Gunung dan lima gunung di Indonesia merupakan rangkaian kegiatan dari Jambore Sapu Gunung Indonesia. Kegiatan ini diinisiasi oleh media lingkungan hidup Greeners.co bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Ditjen PSLB3 dan Ditjen KSDAE serta komunitas Sapu Gunung dan mahasiswa pecinta alam.

Penulis: Danny Kosasih

Top