Jakarta (Greeners) – Badan Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO) memperkirakan kenaikan suhu atau temperatur global akan melampaui di atas 1,5 derajat Celsius 5 tahun ke depan.
Hal ini membuat khawatir semua pihak. Oleh karena itu UN Climate Change, Badan PBB yang menangani perubahan iklim mengingatkan hal yang sama. Jika dibandingkan tahun 2015, saat itu sama sekali tidak ada potensi kenaikan suhu atau temperatur melampaui 1,5 derajat Celsius. Namun saat ini kemungkinan terjadinya mencapai 66 persen.
Pakar Lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa menyampaikan beberapa catatan untuk upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia.
Pertama, pemerintah Indonesia tetap terus melanjutkan rencana mengeluarkan Second NDC di tahun
2025 agar agenda NDC tahun 2030 selaras dengan agenda Net Zero Emission (NZE) Indonesia.
“Demikian juga target-target Net Sink FoLU tetap dipertahankan. Namun demikian Indonesia perlu mendorong negara-negara maju agar NZE mereka lebih cepat dari tahun 2050. Jika memungkinkan pada tahun 2030,” kata Mahawan dalam keterangannya.
Kedua, berdasarkan Laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (IGRK dan MPV) KLHK, pada tahun 2020 emisi nasional sebesar 1,05 gigaton. Atau mendekati 3,9 ton
perkapita, angka yang aman dalam konteks keadilan emisi.
Kenaikan Suhu Berdampak ke Berbagai Sektor
Mahawan yang juga Ketua Umum Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network) mengungkapkan, dengan demikian, Indonesia pelu mempertahankan tingkat emisi ini.
Caranya dengan memerhatikan emisi sektor energi yang cenderung naik, jumlah penduduk yang terus bertambah. Serta potensi cuaca panas ekstrem yang mengancam kebakaran hutan dan lahan.
“Ketiga, Indonesia perlu bekerja keras meningkatkan kapasitas adaptasi nasional. Mengingat kenaikan
di atas 1,5 derajat Celsius akan meningkatkan secara bencana hidrometeorologis,” ucapnya.
Selain itu juga dapat menurunkan produktivitas pangan di daratan dan lautan, meningkatkan penyakit menular, dan kesehatan mental masyarakat.
Hal tersebut juga mengancam kerusakan infrastruktur ekonomi karena banjir dan longsor. Ekosistem daratan dan lautan, sebaran spesies, serta perilaku alam juga akan mengalami perubahan nyata.
Butuh Dukungan Politik
Tak hanya itu, yang keempat, kehilangan dan kerugian dari berbagai bencana (loss and damage) terkait perubahan iklim akan meningkat. Berdasarkan kesepakatan dalam COP27, Indonesia perlu percepat
membangun instrumen dan mekanisme inventarisasi loss and damage, sebagai modalitas kerja sama
internasional dalam pendanaannya.
Mahawan juga menegaskan, isu perubahan iklim membutuhkan dukungan politik, sehingga perlu menjadi bagian penting pada tahun politik saat ini.
“Tanpa dukungan politik, maka upaya pemerintah, kontribusi akademisi, perubahan sektor swasta serta aksi LSM dan masyarakat tetap akan bergerak lamban seperti yang terjadi saat ini,” tandasnya.
Penulis : Dini Jembar Wardani
Editor : Ari Rikin