Jakarta (Greeners) – Polemik penggabungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditargetkan akan rampung pada Januari 2015 mendatang masih terus menjadi pembahasan. Pro kontra terhadap keputusan penggabungan ini pun masih menjadi pertanyaan.
Ketua Perkumpulan Forest Watch Indonesia, Togu Manurung, mengatakan, penggabungan dua kementerian ini diharapkan akan mampu menjawab masalah perusakan hutan dan lahan lalu menjadikan hal tersebut sebagai sebuah perhatian yang lebih serius.
Ia juga menantang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dapat membuktikan kekuatan yang dimiliki oleh dua kementerian yang digabung tersebut.
“Taruhlah kasus kebakaran hutan di Riau. Paling tidak dalam satu tahun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah harus bisa memastikan tidak ada lagi kebakaran yang akan terjadi pada tahun berikutnya. Namun jika masih terjadi, ya maaf kata berarti omong kosong sajalah itu mereka,” ungkap Togu saat berdiskusi bersama wartawan di Pisa Kafe, Jakarta, Kamis (04/12).
Pada diskusi yang diselenggarakan oleh Green Radio, Mongabay dan Setapak dengan dukungan dari The Asia Foundation tersebut, Togu menyampaikan bahwa akan sangat disayangkan jika tantangan tersebut tidak mampu terjawab mengingat kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Kementerian tersebut sangat berkualitas.
Selain itu, ia juga menyayangkan sikap pemerintah yang terlalu reaktif menghadapi asap hasil dari kebakaran hutan yang masuk ke negara-negara tetangga. Menurutnya, permintaan maaf yang dilakukan oleh pemerintah merupakan suatu tindakan yang memalukan mengingat rakyat yang berada di wilayah kebakaran hutan tersebut malah cenderung dibiarkan.
“Kalau asap itu masuk ke negara jiran, pemerintah langsung meminta maaf dan segera mencari penyelesaiannya. Tapi, lihat rakyat yang telah bertahun menghirup asap dan partikel-partikel karbon di sana, pemerintah enggak pernah minta maaf pada mereka,” terangnya.
Kepala Humas Kementerian Kehutanan, Eka W Sugiri, menyampaikan bahwa walaupun telah digabung, namun pola kerja dua kementerian tersebut harus tetap ada yang berdiri sendiri dalam “kotak”-nya. Misalnya, urusan tentang perizinan usaha, menurutnya haruslah berdiri sendiri karena ditakutkan malah akan menimbulkan konflik kepentingan.
Lebih lanjut Eka mengatakan, contohnya seperti Kementerian Kehutanan yang mengatur kawasan hutan yang sangat luas sementara Lingkungan Hidup sangat strategis karena terkait dengan konservasi. Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup memiliki anggaran yang kecil sedangkan Kementerian Kehutanan anggaran dan pegawainya besar.
“Tantangan itu nanti kita jawab. Sekarang setelah digabung seperti ibarat mobil, Kehutanan ini gas sedangkan Lingkungan Hidup adalah remnya, jadi bisa saling mendukung,” pungkasnya.
(G09)