Jakarta (Greeners) – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan mendesak pemerintah Indonesia agar meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum guna mendukung penerapan lisensi Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT) yang pada akhirnya bertujuan untuk memperbaiki tata kelola hutan Indonesia. Salah satu langkah nyata yang diminta adalah menindaklanjuti laporan-laporan pelanggaran yang telah disampaikan oleh para pemantau independen.
Muhamad Kosar, Dinamisator Nasional Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), mengungkapkan, sebelum Siaran Pers bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian berlangsung, JPIK telah mengirim surat untuk audiensi dengan Menteri Perdagangan untuk membahas tindak lanjut laporan yang pernah JPIK keluarkan.
“Namun hingga saat ini surat tersebut belum direspon,” kata Kosar, Jakarta, Jumat (20/05).
JPIK bersama dengan Forest Watch Indonesia (FWI) dan EIA (Environmental Investigation Agency) juga mendesak Menteri Perdagangan untuk kembali menegaskan komitmennya dengan melakukan investigasi lebih lanjut dan melakukan penindakan terhadap perusahaan yang diindikasikan melakukan pelanggaran hukum. Hal ini, lanjut Kosar, agar sejalan dengan Lisensi FLEGT sebagai salah satu capaian perjanjian sukarela antara Pemerintah Indonesia dan Uni Eropa (FLEGT-VPA) yang sebentar lagi akan dilaksanakan.
“Investigasi ini harus dilakukan tidak hanya dengan merevisi peraturan sehingga pemerintah dapat menjamin kredibilitas dan akuntabilitas sistem ini nantinya,” ujarnya.
Direktur Eksekutif FWI Christian Purba mengatakan, pembenahan dan perbaikan tata kelola industri kehutanan mestinya tidak hanya dipandang cukup dengan tersedianya peraturan yang memadai. Menurutnya, setelah tersedianya peraturan, tindakan pengawasan terhadap pelaksanaan dari aturan tersebut justru menjadi lebih penting.
“Oleh karenanya, Kementerian Perdagangan bisa bekerjasama dengan Kementerian Perindustrian dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan harus segera melakukan review perizinan pada industri pengolahan kayu, termasuk para eksportir non produsen,” tambah Christian.
Sebelumnya, Siaran Pers bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian untuk menyampaikan komitmen pemerintah dalam menyongsong pemberlakuan lisensi FLEGT dilaksanakan di Jakarta pada 12 Mei 2016.
Siaran Pers bersama ini dilakukan setelah upaya untuk mempercepat pelaksanaan penuh Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan pemberlakuan lisensi FLEGT yang sebelumnya terhalang dengan Permendag No. 89/2015 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan kini telah terwujud dengan diberlakukannya Permendag No. 25/2016. Respon berbagai pihak atas dinamika yang timbul akibat Permendag No.89/2015 telah mendorong Kementerian Perdagangan untuk merevisi peraturan tersebut.
Lisensi FLEGT akhirnya muncul ketika Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) dalam lawatannya ke Eropa menyampaikan kepada Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker, agar penerapan skema Lisensi FLEGT dapat segera diberlakukan sebagai bentuk penghargaan bagi perdagangan kayu yang legal dan berkelanjutan. Indonesia menjadi negara pertama yang berhasil mendapatkan skema Lisensi FLEGT atau Penegakan Hukum, Tata Kelola dan Perdagangan Bidang Kehutanan dari Uni Eropa.
Terkait laporan pelanggaran yang dikeluarkan oleh JPIK, FWI dan EIA sebelumnya dikeluarkan dalam bentuk laporan berjudul “Celah dalam Legalitas” yang mengungkap pelanggaran oleh sejumlah perusahaan kayu yang mengaku sebagai Industri Kecil dan Menengah (IKM), yaitu CV V&V Logistic dan CV Greenwood International yang berlokasi di Semarang, Jawa Tengah, dan CV Rejeki Tirta Waskitha dan CV Devi Fortuna yang berlokasi di Jepara, Jawa Tengah. Laporan tersebut telah dikirimkan kepada Menteri Perdagangan untuk ditindaklanjuti.
Kementerian Perdagangan sendiri melalui Direktur Ekspor Kehutanan, Kementerian Perdagangan, Nurlaila Nur Mahmud kepada Greeners mengatakan bahwa pihaknya akan mendalami dan mempelajari terlebih dahulu temuan dari JPIK yang mengungkapkan celah eksploitasi bagi sejumlah pengusaha kayu yang mengatas namakan industri kecil dan menengah dan melemahkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang berlaku di Indonesia.
“Kementerian Perdagangan akan membahas dan mempelajari terlebih dahulu terkait temuan tersebut. Diperlukan sejumlah bukti-bukti kuat untuk menelusuri temuan tersebut,” tutupnya.
Penulis: Danny Kosasih